JAKARTA – Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan Omnibus Law Perpajakan telah rampung. Bila pekan depan diserahkan ke legislatif, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berharap revisi beleid yang masuk dalam RUU tersebut dapat dituntaskan dalam 100 hari.
Ternyata target 100 hari Jokowi itu, dinilai Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus, adalah sesuatu yang terlalu ambisius. Sebab menyusun Omnibus Law bukan hal yang mudah.
Apalagi pemerintah telah menginventarisir ribuan pasal dari 79 Undang-Undang yang nantinya bakal dipangkas dalam Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Bahkan jumlah pasal yang akan direvisi maupun dihapus sama sekali masih bisa bertambah menjelang finalisasi RUU tersebut.
“Target 100 hari Omnibus Law (selesai) itu terlalu ambisius,” ujarnya di Jakarta, Jumat (17/1/2020).
Menurut Lucius, penyusunan Omnibus Law merupakan hal perdana. Ditambah pemahaman para penyusun dan pembahas RUU tersebut yang masih belum matang. Karena itu, bila ditargetkan selesai 100 hari dengan tingkat kesulitan dan kesibukan pemerintah serta DPR, maka potensial menghasilkan RUU Omnibus Law bisa saja tidak berkualitas.
Dikatakan Lucius, proses penyusunan RUU terkesan tertutup. Sejak awal, publik tidak diberikan gambaran soal apa saja yang diatur dalam rancangan itu. Padahal sebagai praktik baru dengan semua tingkat kerumitan yang ada, mestinya penyusunan sejak awal harus melibatkan publik.
“Ini gejala kurang bagus, jika sejak awal pemerintah dan DPR mengabaikan partisipasi publik dalam proses penyusunan RUU ini,” kata dia.
Sebelumnya, Dikatakan Jokowi, maksimal pekan depan RUU Omnibus Law itu diajukan ke DPR. Bila RUU tersebut rampung, maka akan ada perubahan besar sekali dalam pergerakan ekonomi dan pergerakan kebijakan Indonesia.
Sebab, lanjut Jokowi, RUU tersebut berkaitan dengan lapangan kerja, perpajakan, dan lain-lain. Misal yang menyangkut sektor keuangan, bakal memiliki aturan terkait Sovereign Wealt Fund (dana investasi negara) – berinvestasi dalam aset nyata dan keuangan seperti saham, obligasi, real estat, logam mulia, atau dalam investasi alternatif seperti dana ekuitas swasta atau lindung nilai dana -.
“Begitu ini keluar, saya tadi sudah bisik-bisik ke ketua OJK dan Gubernur BI, begitu aturan SWF keluar akan ada inflow minimal US$ 20 miliar,” katanya.
“Tidak usah saya sebutkan. Angka ini akan lebih besar lagi apabila pasal-pasal yang kita ajukan ke DPR disetujui sehingga pergerakan ekonomi kita akan tumbuh lebih baik,” Jokowi menambahkan.
Omnibus Law diperlukan, tegas Jokowi, sebab Indonesia sulit merespons perubahan-perubahan dunia, karena terhalang oleh banyaknya aturan. Karean itu, pasal yang direvisi bakal memangkas hal yang selama ini menghambat masuknya investasi ke dalam negeri.
“Pasal-pasal ini yang menghambat kecepatan kita dalam bergerak dan memutuskan respons pada setiap perubahan-perubahan yang terjadi di dunia,” kata dia.