“Saya mengimbau kepada umat Islam untuk tidak mempertentangkan perbedaan awal Ramadhan 1443 H”
Zainut Tauhid Sa’adi
JAKARTA – Keputusan Pemerintah dan Muhammadiyah soal awal puasa 1 Ramadhan 1443 Hijriah, berbeda sikap. Muhammadiyah menetapkan awal puasa 2 April 2022, sedangkan Pemerintah 3 April 2022.
Atas keputusan itu, Wakil Menteri Agama, Zainut Tauhid Sa’adi, meminta masyarakat tidak mempertentangkan perbedaan awal puasa yang ditetapkan Pemerintah dengan Muhammadiyah.
“Saya mengimbau kepada umat Islam untuk tidak mempertentangkan perbedaan awal Ramadhan 1443 H,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (2/4).
“Saya mengharapkan kepada umat Islam untuk bisa menerima perbedaan awal Ramadhan ini dengan sikap bijak, penuh toleran, saling menghargai dan menghormati,” lanjutnya.
Menurutnya, perbedaan pendapat seharusnya disikapi dengan bijaksana. Karenanya, berharap umat Islam di Indonesia tidak menjadikan sebagai polemik, tetapi justru sebagai proses pendewasaan diri dalam menerima perbedaan pendapat, yang dilandasi dengan rahmat dan persaudaraan.
Baca Juga: Denny Sanusi: Bulan Ramadhan, Proaktif Lawan Konten Negatif Radikal
Perbedaan pendapat sudah sering terjadi. Karena itu, Zainut yakin umat Islam Indonesia tidak kaget dan tidak akan mengganggu harmoni kehidupan bersama.
“Saya mengajak seluruh umat Islam untuk mengisi bulan Ramadhan dengan ibadah, dan amal perbuatan yang dapat meningkatkan ketakwaan dan kesalehan, baik kesalehan pribadi maupun kesalehan sosial,” katanya.
DPR RI: Hargai Keputusan Pemerintah Soal Awal Ramadhan
Senada, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ace Hasan Syadzily, meminta agar perbedaan awal puasa 1443 Hijriah antara pemerintah dan Muhammadiyah tak dijadikan polemik.
“Kita harus menghargai keputusan Pemerintah tersebut walaupun ada sebagian yang menetapkan tanggal 2 April 2022,” ujarnya.
Keputusan awal Ramadhan diambil pemerintah berdasarkan sidang isbat. Disamping mendengar laporan dari LAPAN untuk melihat keberadaan hilal secara langsung.
“Keputusan ini diambil dalam sidang isbat kementerian Agama berdasarkan atas rukyatul hilal oleh petugas yang disebar di berbagai titik daerah yang tidak melihat keberadaan hilal berada 2 derajat di bawah ufuk atau tidak,” kata dia.
“Pemerintah telah menggunakan metode rukyatul hilal yaitu dengan melihat keberadaan hilal. Metode pemerintah ini telah digunakan selama ini dalam penentuan awal Ramadhan. Pemerintah juga akan mendengarkan laporan dari LAPAN untuk melihat secara langsung keberadaan hilal tersebut,” tambahnya.
Menurut dia, perbedaan itu biasa dalam penetapan awal Ramadhan. Antara Pemerintah dan Muhammadiyah memiliki dasar hukum yang kuat menurut fiqh Islam.
“Hal ini bagian dari khazanah kekayaan umat Islam dalam menentukan awal Ramadhan ini,” kata Ace.