JAKARTA – Gerakan Negara Islam Indonesia (NII) yang anti Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tengah menjadi sorotan. Dari serangkaian penangkapan, kelompok ini diketahui berencana menggulingkan pemerintah yang sah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelum Pemilu 2024.
Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center, Ken Setiawan, mengatakan fenomena NII menimbulkan kegaduhan publik, sebagai bagian dari lemahnya regulasi yang melarang ideologi anti Pancasila dan NKRI.
“Butuh ketegasan dari pemerintah supaya virus ini tidak menjalar, sehingga harus dipotong dan dipangkas,” ujarnya di Jakarta, Kamis (21/4).
“Siapa yang mengatakan bahwa akan mengganti Pancasila dengan ideologi lain, harus bisa dipidanakan. Harus ada undang-undang yang jelas, supaya bisa menjaga masyarakat bangsa ini agar lebih baik,” lanjutnya.
Menurut Ken, tanpa regulasi yang tegas, gerakan NII dikhawatirkan menjadi ancaman besar bagi negara. Sebab kelompok ini terus bergerak dan bertaqiyyah menyusun rencana untuk menimbulkan kekacauan di tengah masyarakat sebagai strategi menjaring simpati dan dukungan.
“Kami mendorong pemerintah untuk membuat regulasi yang betul-betul melindungi Pancasila dari serangan ideologi apapun,” kata dia.
Baca Lagi: Partai Demokrat Ingatkan Empat Menteri Jokowi Tetap Profesional
Ken juga memaparkan bagaimana gerakan NII yang selama ini dianggap oleh berbagai pihak telah tiada. Tetapi kenyataanya, NII masih muncul dan eksis serta tumbuh subur di tengah kehidupan masyarakat, bahkan dengan membawa agenda kudeta pemerintah sebelum 2024.
“Gerakan NII ini tidak akan pernah berhenti dan tidak akan pernah surut,” katanya.
Kelengahan masyarakat tersebut dan diuntungkan dengan keahlian kelompok NII menyembunyikan jati dirinya, serta mampu membaur di masyarakat, menjadikan ideologi NII mudah untuk disebarkan.
“NII ini kan pintar, dia cenderung menyembunyikan jati diri, pintar membaur dengan masyarakat lewat gerakan-gerakan sosial,” ujar dia.
Oleh sebab itu, percepatan pembuatan regulasi sangat diharapkan, disamping adanya penguatan daya tangkal masyarakat dari ideologi maupun propaganda kelompok radikal, baik oleh pemerintah maupun tokoh agama, tokoh masyarakat, serta stakeholder lainnya.
“Perlu lebih kencang lagi menjelaskan bagaimana konsep harmoni dan kebhinekaan seperti yang didengungkan BNPT (Badan Nasional Penaggulangan Terorisme),” katanya.
“Juga perlu sekali sosialisasi sampai ke bawah agar masyarakat mendapatkan informasi-informasi tentang propaganda kelompok radikalisme yang mengatasnamakan agama,” tambahnya.
Sebagai mantan anggota NII, Ken berpesan agar masyarakat peka dan mewaspadai gerakan radikalisme dan senantiasa membiasakan diri untuk tidak menerima berita hoax yang beredar di dunia maya.
“Kita harus berani anti-radikalisme, maka jangan kasih ruang, jangan kasih kesempatan, dan jangan kasih panggung mereka yang membuat propaganda untuk benci kepada pemerintah,” ujar dia.
Sementara mereka yang telah terpapar, untuk bisa mengevaluasi dan berpikir kritis bahwa agama harus menjadi rahmat bagi pemeluknya
“Untuk masyarakat yang sudah terpapar atau terbai’at dengan ideologi radikalisme, Mari kita berdialog. Mari kita evaluasi dan kritis,” katanya.
“Jangan sampai kita taqlid atau buta terhadap fenomena pimpinan kita yang harus kita taati sepenuhnya. Karena sejatinya Islam itu rahmatan lil alamin,” lanjutnya.
1 komentar