PALU – Bagi bangsa Indonesia yang multikultural dan kaya akan keberagaman, menjadi penting dalam menjaga harmoni dan kerukunan bangsa dari segala narasi segregasi, intoleransi, dan upaya-upaya pemecah belah kebhinekaan.
Negara dirasa harus hadir guna mencerdaskan masyarakat untuk dapat bijak memilah informasi dari kampanye terselubung pemecah kerukunan dengan dalih kebebasan bersuara.
Hal serupa dikatakan Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Sulawesi Tengah, Muh Nur Sangadji, di Palu, Kamis (26/5).
“Masyarakat kita perlu di didik untuk dapat menyelaraskan bersama antara pikiran dengan hati, antara emosi dengan logika jadi sama-sama itu harus disatukan,” ujarnya.
Ia menilai, masyarakat juga harus dapat melek terhadap semua informasi. Dewasa ini sudah menjadi tabiat yang melekat bahwasanya informasi seringkali dimanipulasi untuk kepentingan tertentu.
Baca Juga: Kukuhkan Duta Damai Dunia Maya Sulteng, BNPT: Amunisi Baru Lawan Propaganda Terorisme
B
“Masyarakat kita harus di edukasi untuk menjadi dewasa, menerima dan menanggapi suatu peristiwa yang terjadi,” kata dia.
Bukan tanpa sebab, dirinya menyampaikan hal demikian sebagai tanggapan terhadap kasus Ustad Abdul Somad atau UAS yang beberapa waktu lalu dilarang memasuki wilayah Singapura terkait pernah menyampaikan ceramah yang bernuansa segregasi, intoleran dan memecah belah.
“Walaupun saya tidak terlalu mengikuti berita tersebut, namun menurut saya kita harus menghormati keputusan yang diambil negara tersebut. Karena setiap negara itu memiliki otoritasnya,” katanla.
Menurutnya narasi yang muncul pasca kasus tersebut seperti narasi islamophobia, kriminalisasi ulama, bukanlah suatu tuduhan yang tetap dan belum cukup berdasar untuk dituduhkan kepada suatu negara yang berdaulat.
Karena itu, penting peran para tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk ikut terlibat langsung dalam membangun komunikasi yang baik dan sehat di tengah masyarakat.
“Tokoh-tokoh ini punya peluang yang lebih besar untuk mendewasakan masyarakat. Karena tokoh agama dan tokoh masyarakat ini lebih dekat dengan masyarakat, membangun komunikasi, karena banyak hal itu tidak terselesaikan karena komunikasi. Banyak hal yang menjadi masalah karena tidak dikomunikasikan,” katanya.
Ia berharap pemerintah mampu menjadi matchmaker ditengah persoalan maraknya narasi dan kampanye intoleransi. Pemerintah harus mampu mempertemukan berbagai tokoh, pihak dan kalangan untuk duduk bersama dan berdialog.
“Pemerintah harus lebih proaktif, dan harus bisa menjadi agent of matchmaker. Jadi dia yang mempertemukan ini, pemerintah mempertemukan tokoh agama, semua pihak didudukkan jadi satu, untuk berkomunikasi dan menjadi fasilitator,” ujar dia.