JAKARTA – Terjadinya penunggangan radikalisme, ekstremisme, dan terorisme atas nama agama tentunya akan terjadi penyebaran paham-paham tersebut.
Apalagi, polarisasi radikalisme dan ekstremisme ada di semua agama. Sehingga kelompok tersebut ingin menguasai simpul aktivitas masyarakat dari tempat ibadah.
Demikian dikatakan Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia, Islah Bahrawi, di Jakarta, Sabtu (25/6).
“Otomatis penyebaran itu bergerak di pusat dan simpul kegiatan keagamaan masyarakat, tidak terkecuali di pesantren atau masjid,” ujarnya.
Ia mengatakan, bagaimanapun kegiatan keagamaan Islam epicentrumnya di masjid. Pun dengan kegiatan berbasis infiltrasi ideologis yang ingin menginjeksi dengan agama juga akan masuk masjid dan pesantren.
“Kita jangan pernah tabu mengatakan itu. Tidak hanya di Islam, ekstremisme dan radikalisme di agama Kristen, juga bergerak di gereja. Begitu juga dengan Hindu dan Budha, akan bergerak di kegiatan masyarakat di pura dan wihara,” katanya.
Ia menambahkan, di Amerika Serikat kekuatan ekstremisme dan radikalisme Kristen bergerak di sekolah Kristen dan literasi Kristen. Contohnya peledakan di Oklamhoma yang menawaskan ratusan orang dan penembakan massal di New York beberapa waktu lalu.
Menurutnya, para pelaku teror itu terpapar ekstremisme di kegiatan keagamaan, termasuk literasi keagamaan mereka.
Baca Lagi: Mantan HTI: Kelompok Pengusung Khilafah Harus Diperangi
Karena itu, dirinya mengajak semua pihak mengakui, bahwa memang ada terakan teror atas nama Islam di Indonesia. Dimana pola gerakan radikal selalu menunggangi agama pemeluk mayoritas di suatu negara, dan bergerak dalam jalur agamanya.
“Kalau ingin menunggangi Islam, pasti melewati jalur keagamaan Islam, entah itu pesantren atau masjid. Begitu juga dengan Kristen, pasti melalui gereja atau sekolah Kristen,” katanya.
Ia mengakui fakta tersebut, buktinya banyak ceramah di masjid mengajarkan bughat, bahkan pernah terungkap sebuah masjid di Banjarmasin jadi tempat merakit bom.
Ia pun mengkritik kelompok-kelompok penunggang Islam yang sedikit-sedikit menuding pemerintah Islamafobia. Yang ada malah masyarakat harusnya fobia terhadap gerakan-gerakan radikal yang menunggangi Islam.
“Tidak mungkin kita takut pada agama yang kita anut sendiri. Justru kita takut pada penungang islam yang hanya ingin merusak dan mencemari nilai-nilai Islam itu sendiri,” kata dia.
Islah memuji upaya pemerintah dalam menanggulangi penyebaran radikalisme dan ekstremisme, terutama yang mengatasnamakan agama merangkul tokoh agama dan mensterilkan rumah ibadah dari kelompok-kelompok tersebut.
Islah menegaskah, kelompok itu hanya penipu yang berjubah agama. Demi cita-cita politiknya mereka selalu membangun narasi seorang apa yang dilakukan selalu Islamofobia, radikal-radikul.
“Perjuangan tidak boleh berhenti. Intinya titik puas kita bukan pada titik sadar masyarakat, tapi berhenti pada ketika mereka sudah betul-betul mati, gerakan mereka tidak bangkit lagi,” Islah mengakhiri.
1 komentar