MEDAN – Banyak kalangan generasi muda khususnya mahasiswa, tanpa sadar menjalankan visi dan misi dari kejahatan dan kekerasan yang ekstrem.
Karena itu, generasi muda harus dibekali pengetahuan moderasi beragama dan literasi digital, agar tidak mudah terpapar dengan hal-hal berkaitan ideologI intoleran, radikalisme, dan terorisme yang jauh dari kepribadian bangsa Indonesia.
Demikian dikatakan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Boy Rafli Amar, saat memberikan kuliah umum pada Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) di Kampus IV Tuntungan, Medan, Sumatera Utara, Selasa (30/8).
Kepala BNPT menghaturkan terima kasih kepada rektor UINSU yang memberikan ruang dan waktu,untuk membekali mahasiswa/mahasiswi baru tentang pencegahan radikalisme dan terorisme.
Baca Lagi: Bela Negara dan Wawasan Kebangsaan, Benteng Kuat Tangkal Virus Radikalisme
Menurutnya, pembekalan pengetahuan sangat penting, guna menyelematkan anak muda indoensia sehingga dapat menimba ilmu dan melaksanakan perkuliahan dengan baik, sekaligus memiliki semangat nilai-nilai kebangsaaan, cinta kepada NKRI, dan mencintai nilai luhur bangsa.
Ia juga mengapresiasi deklarasi Relawan Moderasi Beragama. Ia menilai relawan moderasi beragama itu, program sangat bagus yang bisa menjadi contoh perguruan tinggi lainnya di seluruh Indonesia.
Dengan moderasi beragama, peserta didik bisa memahami dengan baik, apa kewajiban yang harus dilakukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam meghormati warga lain yang berlainan agama.
“Moderasi beragama adalah salah satu vaksin agar negeri ini bebas dari intoleransi, radikalisme dan terorisme disamping penguatan wawasan kebangsaan dan kearifan lokal,” katanya.
Boy menambahkan, Proklamator Bung Karno pernah menyampaikan dalam sebuah pidato, “Bangsa ini harus mengutamakan pembangunan karakter bangsanya atau character building. Membangun karakter dapat menjadikan bangsa ini menjadi bangsa hebat, maju makmur, berdaulat“.
Ia menjelaskan, Indonesia adalah negara yang diberkahi Allah SWT dengan bebagai nilai luhur, yang terbangun sejak Republik Indonesia belum berdiri.
Sejak di era kerajaan di Nusantara kemudian momentum Sumpah Pemuda dan puncaknya adalah berdirinya NKRI, karakter keInonesiaan itu, telah sedemikian rupa diwarnai dengan tekad pendiri bangsa yang menunukkan identitas dan jati diri bangsa di masa penjajahan Belanda selama 350 tahun.
“Hari ini kita penikmat pembangunan, kita besyukur bahwa negara kita termasuk negara maju dan berkembang, dan hari ini kita juga baru saja menghadapi ujian yaitu pendami covdi-19,” kata dia.
“Di waktu bersamaan pandemi virus intoleransi, radikalisme, dan terorisme. Karena ini generasi muda harus dibentengi dengan memberikan vaksin wawasan kebangsaan, moderasi beragama, dan kearifan lokal,” lanjutnya.
Karakter Intoleran, Radikalisme, dan Terorisme
Ada beberapa karakter virus intoleran, radikalisme, dan terorisme yang harus dipahami para mahasiswa dan generai muda.
Pertama, karakternya anti kepada konstitusi negara dan ideologi Pancasila. Kedua, bersifat transnasional, dimana penetrasi nilai-nilai secara global yang disebarluaskan oleh orang luar, terhadap generasi muda Indonesia.
Ideologi tersebut, kata Boy, sebenarnya bukan ciri khas dan jati diri bangsa Indonesia. Bahkan di era 80-an benih-benih radikalisme telah di mulai dengan propaganda, mengundang pemuda dan pemudi Indonesia menuju Afghanistan.
“Jadi sudah ada benih-benih di masa lalu, yang kemudian berhasil mempengaruhi sebagian anak-anak Indonesia melakukan aksi kekerasan di negara kita, sejak dari tahun 2000 sampai dengan beberapa tahun terakhir,” ujar dia.
“Ini adalah ideologI transnasional yang dibawa oleh pihak-pihak yang menginginkan sistem nilai-nilai yang sudah ada di Indonesia menjadi rusak,” tambahnya.
Ketiga, jelas intoleran, radikal, dan menggunakan kekerasan yang ekstrem. Lebih berbahaya lagi, mereka menggunakan narasi agama dengan mengatakan bagian dari jihad.
Kemudian menyebarluaskan paham takfiri, yang dengan mudah menyebut kelompok lain yang tidak sejalan adalah kaum kafir yang harus diperangi.
Keempat, kelompok tersebut juga menghalakan segala cara. Halal membunuh, boleh merampok untuk kepentingan perjuangan mereka.
“Karakter-karakter tersebut tentunya bukan menjadi identitas jati diri bangsa Indonesia. Sejauh ini sudah banyak warga Indonesia yang ‘termakan’ propaganda radikal terorisme, terutama melalui media sosial,” katanya.
“Ratusan bahkan ribuan orang Indonesia pernah berangkat ke Suriah dan Irak yang katanya untuk berjihad. Padahal mereka hari ini berada di kamp penahanan di Suriah dan Irak. Banyak dari mereka mati sia-sia, karena termakan propaganda,” tambahnya lagi.
Kelompok Terorisme Lakukan Perekrutan dan Pelatihan via Online
Menurutnya, banyak sekali disebarluaskan melalui media sosial. Penggunaan media sosial harus hati-hati. Apalagi dari data yang ada, Indonesia berada di nomor empat pengguna internet di dunia.
“Dari 273 juta lebih dari 2 juta penduduk Indonesia menggunakan internet, kemudian 80 persen menggunakan akun medsos. Dan dari pengguna akun medsos 60 persen adalah generasi milenial dan generasi Z,” kata dia.
Fakta itu membuat generasi muda begitu mudah tersambung dengan berbagai informasi. Para pengusung ideologi terorisme sangat mahir menggunakan media sosial. Bahkan menyelenggarakan pelatihan untuk menjadi teroris secara online, tidak lagi ketemu dengan mentornya.
“Jadi hati-hati bermedia sosial apalagi dengan narasi agama yang ujungnya menganjurkan kekerasan yang ekstrem. Bahkan ada yang diajarkan menjadi bom bunuh diri.
Demikian juga melibatkan kaum perempuan. Karena itu, mahasiswi mohon waspada menggunakan media sosial, jangan sampai asyik berkomunikasi di media sosial, ternyata mereka menjadi bagian perekrut pelaku terorisme.
Ia menegaskan, tidak ada agama manapun menganjurkan bunuh diri, apalagi agama islam. Karena bunuh diri, adalah haram dan lambang orang putus asa yang tidak bisa menerima kenyataan hidup.
Ia berharap dalam konteks mitigasi, terutama untuk menyaring setiap informasi di media sosial. Pasalnya dunia maya telah menjadi ruang publik, maka penjahat pun menggunakan ruang publik dunia maya.
“Kita tidak ingin generasi muda Indonesia menjadi sia-sia dalam meraih masa depan, kalian semua adalah dambaan ayah dan bunda di rumah,” ujar Boy.
Jangan Membandingkan Pancasila dan Al-Quran
Generasi muda perlu mengetahi, bahwa kelompok radikal terorisme memiliki tujuan tertentu, disamping menyebarkan ideologi yaitu tujuan politik. Mereka ingin menjadi penguasa dan menganggap hukum negara adalah haram untuk diikuti.
“Kepada anak muda janga lupa, kelompok ini suka membandingkan, mau pilih Pancasila atau milih kitab suci. Kalau mau masuk surga pilih kitab suci, kalau mau masuk neraka pilih Pancasila. Jadi sering dibandingkan seperti itu. Jangan terpancing, karena Pancasila sebagai falsafah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” katanya.
Sementara, Rektor UINSU, Syahrin Harahap, berterima kasih atas kehadiran Kepala BNPT memberikan kuliah umum tentang pencegahan radikalisme dan terorisme kepada para mahasiswa baru UINSU.
Menurutnya, dalam kajian akademis, radikalisme sangat terkait dengan pemikiran. Dimulai dengan pemikiran, kemudian ada keyakinan terhadap hasil pemikiran, maka muncullah radikalisme dalam tubuh seseorang.
“Kehadiran kepala BNPT ke UINSU saya kira sudah tepat, dan masuk kepada jantung dari persoalan perkembangan radikalisme,” katanya.
“Kami berterima kasih kepada kepala BNPT dan BNPT secara institusional, dan kami berharap kunjungan beliau memberikan dasar-dasar, bekal kepada mahasiswa agar mereka betul-betul terhindar dari radikalisme dan memiliki wawasan kebangsaan yang tinggi,” lanjutnya.
1 komentar