BANDAR LAMPUNG – Maraknya kemunculan narasi islamophobia di Indonesia, karena kelompok radikal kerap menganggap isu tersebut sebagai isu yang paling efektif, untuk menjaring simpati massa yang mayoritasnya penganut agama Islam.
Demikian dikatakan Ketua bidang Agama Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Lampung, Ustadz H. Suparman Abdul Karim, di Bandar Lampung, Jumat (2/9).
Ia menilai, narasi islamophobia memposisikan kelompok radikal seolah korban kebijakan negara yang dianggap dzalim, padahal sejatinya merupakan isu yang berulang dan tidak strategis yang digelontorkan oleh kelompok ‘pecundang’.
“Ini isu yang berulang dan tidak strategis. Tapi bagi mereka yang pecundang sebetulnya juga inferior. Mungkin ini sudah menjadi hiburan bagi mereka, melakukan playing victim, merasa terzalimi dan lain sebagainya,” ujar dia.
Baca Lagi: Direkrut Pencegahan BNPT: Radikal Terorisme juga Bisa Menyasar Aparat Keamanan
Isu islamophobia, kata Suparman, sarat akan kepentingan politik. Khususnya oleh kelompok politik yang kerap menggunakan label keislaman.
Ia menilai, kekalahan kelompok tersebut dipentas politik menjadi pemicu sikap playing victim mereka. Oleh karena itu, setidak ada dua hal yang mesti diupayakan guna mematahkan narasi islamophobia.
Pertama, islamophobia sejatinya adalah isu yang dikembangkan di negara barat, pasca peristiwa runtuhnya gedung World Trade Center (WTC) dan Pentagon.
“Orang-orang non-muslim yang mayoritas di Amerika Serikat belum paham betul tentang Islam. Mereka menjadi ketakutan seolah-olah Islam ini mengajarkan radikalisme dan terorisme,” kata dia.
Kedua, pada kenyataannya yang terjadi adalah banyak yang mengajarkan ajaran radikal, dan mengarah kepada aksi terorisme dan intoleransi.
“Ketika dikritik, mereka malah putar balikkan bahwasanya ini bentuk dari intoleransi dan islamophobia,” katanya.
Olehnya itu, semua pihak harus berani mematahkan narasi kelompok radikal sesuai dengan narasi yang mereka bawa, dengan fakta dan dasar yang benar serta relevan.
“Hal-hal yang berasal dari pengaburan fakta akan terus digoreng guna menakut-nakuti khalayak ramai. Kalau ini dibiarkan terus, maka akan dianggap oleh masyarakat sebagai sebuah kebenaran,” ujarnya.
Ia juga berharap ada ketegasan dari pemerintah untuk menertibkan hal tersebut melalui regulasi yang tepat, sebab dapat menjadi ancaman terhadap persatuan bangsa.
“Pemerintah harus lebih tegas dalam membuat aturan. Kerena playing victim ini ujung-ujungnya bermuara kepada fitnah, penyebaran berita bohong atau hoax. Hukum harus dikuatkan,” katanya.
4 komentar