MEDAN – Bangsa Indonesia adalah bangsa beragam yang terdiri banyak banyak ras, suku, dan agama. Dengan Bhinneka Tunggal Ika, segala perbedaan itu melebur menjadi satu kesatuan dalam bingkai NKRI.
Karena itu, seluruh anak bangsa wajib mewaspadai berbagai adu domba yang berpotensi menimbulkan konflik. Pasalnya, konflik akan menjadi ladang subur kelompok radikalisme yang ingin merusak kedamaian dan persatuan NKRI.
“Bangsa kita tidak dididik untuk membenci satu sama lain. Bahkan sebelum Indonesia jadi suatu negara, sebenarnya kerajaan-kerajaan, etnis-etnis, dan kekuatan agama di Indonesia dengan Bhinneka Tunggal Ika memiliki jiwa kegotongroyongan,” ujar Rektor Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) Medan, Syahrin Harahap, di Medan, Selasa (6/9/2022).
Ia menguraikan, bagaimanapun bangsa Indonesia memang berbeda dalam agama, tetapi memiliki etnis yang dekat. Selama ini, segala perbedaan itu tidak menjadi salah, malah perbedaan perekat persatuan dan kesatuan bangsa.
Baca Lagi: BNPT: Masyarakat Harus Militan Jadi ‘Buzzer’ Kontra Radikalisasi
Namun harus diakui, akhir-akhir ini, perbedaan dijadikan kelompok radikal terorisme untuk melakukan adu domba, salah satunya dengan isu-isu Islamofobia.
Ia menilai, sebenarnya Islamofobia adalah istilah yang dikirim ke Indonesia untuk mengobok-obok masyarakat Indonesia.
Untuk itu, dengan tegas ia meminta agar diskusi-diskusi mengenai islamofobia, yang dikaitkan dengan Indonesia ditutup saja, kecuali Islamofobia dalam konteks negara lain.
“Islamofobia tidak cocok dengan bangsa Indonesia,” katanya.
Menurut dia, di Indonesia tidak ada pikiran tingkah laku atau kata-kata dari umat Islam yang sampai menyakiti orang lain. Namun ada orang-orang tertentu yang merasa kepentingan pribadinya terganggu lalu memperlihatkan sikap Islamofobia.
“Salah satu isu dunia yang merebak satu dekade terakhir adalah Islamofobia, kebencian terhadap Islam,” kata dia.
Islamophobia muncul pertama kali di bagian benua lain, terutama Eropa. Mengapa Islamofobia muncul? Karena ada orang-orang tertentu yang tersinggung dengan umat Islam, perilaku dan lain-lain yang dianggap mengganggu orang lain.
Tetapi perilaku itu, kata Syahrin, sebenarnya bukan datang dari Islam atau umat Islam tapi orang yang minim pengetahuannya tentang Islam.
Kecenderungan Islamofobia merebak ke seluruh dunia, termasuk Indonesia, tidak bisa hindarkan. Pasalnya, situasi di suatu benua tertentu akan berpengaruh ke benua lain. Seperti negara-negara Asia tenggara, termasuk Indonesia, juga mengalami imbas dari isu Islamofoba.
Syahrin menegaskan, di Indonesia Islamofobia tidak ada. Ia berharap baik yang suka dengan isu islamofobia atau pun yang tidak suka, istilah tersebut sebaiknya tidak digunakan.
“Di negeri ini sebenarnya tidak ada kebencian antar satu agama dengan agama lain. Karena Pancasila sebagai dasar negara telah mencoba mencari titik temu dari semua agama, latar belakang budaya, etnis, sehingga kita dipersatukan dalam khalimatun syawak dalam Pancasila itu,” ujar dia.
Syahrin mengimbau agar anak-anak bangsa tidak memperbesar isu islamofobia. “Ini penting karena isu-isu tersebut bisa menimbulkan konflik. Bila terjadi konflik tentu akan menjadi ladang subur bagi kelompok radikal terorisme untuk menyebarkan ideologi-ideologi transnasional. Dan tujuan mereka adalah merusak keutuhan NKRI seperti yang terjadi di negara-negara Timur Tengah,” katanya.