JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menerapkan instrumen khusus untuk mencegah pegawai di tiap kementerian dan lembaga terpapar radikalisme.
Melalui alat ukur Apik akan diketahui seberapa tingkat keterpaparan seorang calon pegawai atau pegawai dari paham radikal. Instrumen ini tidak hanya digunakan dalam perekrutan calon pegawai tetapi juga bagi pegawai lama yang akan menduduki jabatan baru.
Demikian dikatakan Kepala BNPT, Komjen Pol Boy Rafli Amar, di Jakarta, Kamis (6/10/2022).
“BNPT RI sebagai koordinator penanggulangan terorisme akan menerapkan instrumen khusus yang bernama ‘Apsifor Instrumen Kebangsaan’ (Apik),” ujarnya.
BNPT RI secara resmi mengenalkan Apik yang merupakan instrumen untuk mengukur kerentanan individu terhadap paham radikal ekstremisme.
Nantinya instrumen tersebut dioperasionalkan oleh BNPT dengan asistensi Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor). Apsifor membuat instrumen Apik menggunakan kaidah keilmuan psikologi. Dengan demikian, Apik BNPT akan memiliki akuntabilitas untuk pemetaan individu.
Ia menambahkan, penggunaan alat ukur Apik diperlukan untuk sinergi dengan kementerian dan lembaga saat melakukan perekrutan pegawai baru, atau penilaian pegawai lama yang akan menempati suatu jabatan.
“Kita banyak menerima permohonan instansi-instansi untuk melakukan pengukuran tingkat keterpaparan radikal terorisme calon pegawai baru atau pejabat yang akan menduduki posisi strategis,” kata dia.
Ia berharap dengan adanya alat pengukuran tersebut, data terkait tingkat keterpaparan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.
Sementara itu, Ketua Umum Apsifor, Reni Kusumowardhani, menjelaskan Apik menggunakan empat indikator. Pertama, sikap intoleran dalam berkeyakinan. Kedua, sikap kurang rasa tanggung jawab. Ketiga, memaksakan keyakinan pada orang lain, dan keempat berpikiran sempit dalam berkeyakinan.
“Alat ukur ini juga dapat mengidentifikasi risiko paparan radikalisme dan risiko bertindak secara ekstrem dari individu,” katanya.
2 komentar