Radikalisme dan Terorisme Bukan Klaim Perlawanan terhadap Umat Islam

Nasional430 Dilihat

SUKOHARJO – Beberapa waktu lalu masyarakat dikejutkan dengan ditangkapnya seorang wanita benama Siti Elina (SE), yang hendak menerobos masuk ke Istana dengan membawa pistol. 

Dalam pemeriksaan terungkap bahwa SE ingin menemui Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) dan ingin menyampaikan bahwa dasar negara Indonesia salah, karena tidak menggunakan syariat agama.

Namun dalam penelusuran diketahui pula yang bersangkutan merupakan pendukung organisasi kelompok radikal yang telah dibubarkan pemerintah yakni, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan terhubung ke kelompok Negara Islam Indonesia (NII).

Namun sayangnya, beberapa komentar di jagad maya dan juga tokoh nasional mengeluarkan statemen, menyebut kasus tersebut merupakan bentuk stigmatisasi pemerintah terhadap umat Islam, dan meminta masyarakat jangan percaya terhadap radikalisme dan terorisme, karena merupakan bagian dari setting pemerintah menjelang akhir tahun dan tahun politik.

Menanggapi hal tersebut, mantan kombatan yang merupakan alumni Akademi Militer (Akmil) Mujahidin Afghanistan, Amir Mahmud, mengatakan narasi tersebut kalau dibiarkan justru memperparah persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang sedang proses membangun.

“Radikalisme dan terorisme bukan klaim perlawanan terhadap umat Islam.  Dibilang Islamophobia juga bukan. Sebenarnya radikalisme ini setelah ditelusuri lahir sekian tahun lalu, sengaja dibangkitkan kembali oleh kelompok radikal yang mengatasnamakan Islam,” ujarnya di Sukoharjo, Jumat (4/11/2022).

Ssejatinya radikalisme dan terorisme bukanlah stigmatisasi agama, tapi benar-benar musuh agama dan musuh negara. 

Apa yang menjadikan sorot pandang seorang tokoh yang mengatakan bahwa perkara itu adalah stigma terhadap Islam, menurutnya terlalu dini  dan tidak mendasar.

Kelompok radikal terorisme selalu menjadikan perlawanan pemahaman ideologinya dengan Pancasila. Karena itu, yang dikatakan beberapa tokoh jika kasus tersebut merupakan bentuk stigmatisasi pemerintah terhadap umat Islam, dan meminta masyarakat tidak percaya terhadap radikalisme dan terorisme tentunya menjadi angin segar bagi kelompok-kelompok radikal.

“Ini yang tidak boleh dibiarkan, karena akan menjadi luluh lantahnya kehidupan kerukunan berbangsa dan bernegara di Indonesia,” katanya.

Ia menambahkan, menjelang tahun politik 2024, sudah ada gejala dari kelompok radikal melakukan show of force-nya. Dengan langkah-langkah seperti  pengajian tabligh.

Sementara disisi lain menurutnya, masih banyak masyarakat yang tidak tahu dan tidak sadar mengenai bahaya, dampak atau dahsyatnya paham radikal terorisme yang mengatasnamakan Islam kalau dibiarkan berkembang. 

“Ketika pemerintah berbicara tentang pencegahan radikal terorisme yang mengatasnamana Islam, seakan-akan pemerintah ini musuhnya umat Islam. Padahal tidak seperti itu, tapi kalau pemerintah memusuhi kelompok radikal, itu benar,” kata dia.

Menurut Amir, ideologi  Pancasila sesuai dengan ajaran Islam yang secara substansinya pun jelas tidak bertentangan dengan Islam. 

Ia juga meminta para tokoh nasional dan tokoh agama memahami betul, bahwa masalah radikalisme dan terorisme benar-benar ada dan bukanlah stigmatisasi terhadap Islam. 

“Kita eratkan kelompok-kelompok moderat dengan mengedepankan moderasi beragama,” ujarnya mengakhiri. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar