JAKARTA – Pengamat militer, Anton Aliabbas, mengatakan, panglima TNI yang baru harus fokus kepada penguatan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) TNI.
“Mengingat terus meningkatnya dinamika di kawasan Laut China Selatan dan Asia Timur, ada baiknya Laksamana Yudo Margono yang ditunjuk sebagai calon panglima TNI untuk memperkuat interoperabilitas Kogabwilhan,” katanya, di Jakarta, Senin (29/11/2022).
Kogabwilhan yang dulu bernama Kowilhan di tubuh TNI bukanlah barang baru karena pernah diterapkan pada masa Orde Baru, saat TNI bernama ABRI.
Sebagai mantan panglima Kogabwilhan I TNI, kata dia, Laksamana Yudo Margono tentu saja sedikit banyak memahami tantangan yang dihadapi komando utama operasi TNI.
Oleh karena itu, penguatan interoperabilitas dan penggunaan kekuatan gabungan TNI menjadi penting untuk meningkatkan kesiapan angkatan bersenjata menghadapi eskalasi ancaman, dinamika sengketa atau pendadakan strategis maritim.
Pada sisi lain, kata dia, Laksamana Yudo Margono juga hendaknya dapat merealisasikan kebijakan terkait perubahan pendekatan dalam menangani konflik Papua.
“Reorientasi militer di Papua dan Papua Barat hingga kini masih belum terlihat dengan jelas. Dan kebijakan ini adalah batu uji krusial untuk panglima mendatang,” kata dia.
Menurut dia, perubahan kebijakan di Papua penting karena memang masalah ini belum mendapatkan perubahan secara signifikan dan isu Papua adalah yang masih menjadi problem keamanan nasional yang signifikan.
Di sisi lain, lanjut dia, kejelasan bagaimana pendekatan non kekerasan dan reorientasi militer pasca Daerah Otonomi Baru di Papua menjadi penting mengingat sejauh ini yang muncul adalah kabar burung terkait rencana penambahan sejumlah komando teritorial di Bumi Cenderawasih.
“Wacana soal reorientasi sudah diungkapkan Jenderal TNI Andika Perkasa pada awal menjabat Panglima TNI. Kepala Staf TNI AD, Jenderal TNI Dudung Abdurachman, juga sempat menyinggung soal pendekatan secara manusiawi di Papua. Agar pernyataan tersebut tidak hanya berhenti pada pada kata-kata, maka institusionalisasi dari ucapan tersebut menjadi penting,” katanya.
Meskipun tidak akan genap 12 bulan menjabat, kata dia, Laksamana Yudo Margono hendaknya ikut memikirkan bagaimana perbaikan kesejahteraan prajurit TNI.
“Kesejahteraan sejatinya tidak semata-mata terkait peningkatan penghasilan yang didapatkan prajurit TNI setiap bulan atau terkait penugasan. Integrasi isu pendidikan anak dalam skema mutasi/promosi prajurit hingga perbaikan kemudahan pembiayaan keuangan/fasilitas kredit menjadi penting untuk dibahas secara konkret,” ujarnya.
Presiden Joko Widodo telah menyampaikan surat presiden kepada Ketua DPR, Puan Maharani, perihal nama calon pengganti Perkasa, yang akan pensiun pada 21 Desember nanti. Satu-satunya nama dalam surat presiden itu adalah Laksamana Yudo Margono.
“Jika proses pergantian lancar maka Yudo akan menjadi kepala staf TNI AL ke-3 yang menjabat posisi Panglima TNI di era reformasi, setelah Laksamana TNI Widodo AS dan Laksamana TNI Agus Suhartono,” kata Aliabbas.
Menurut dia, penunjukan Yudo sebagai Panglima TNI, tentu saja ‘mengakhiri’ sikap anomali yang kerap ditunjukkan Presiden Jokowi dalam mengelola TNI.
Selain memberi kesan adanya komitmen penguatan Poros Maritim Dunia, Jokowi setidaknya memperhatikan arti pentingnya jabatan panglima TNI dijabat bergantian.
Risalah singkat tentang Poros Maritim Dunia menjadi salah satu pokok materi pidato pelantikan Jokowi pada termin pertama pemerintahannya di depan sidang MPR/DPR/DPD, pada 20 Oktober 2014.