GARDANASIONAL, SLEMAN – Sejumlah pihak melihat insiden bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan yang terjadi pada Rabu (13/11/2019), sebagai sesuatu yang berasal dari pihak pelaku. Namun berbeda dengan pandangan Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM, Busyro Muqoddas.
Busyro khawatir di balik aksi bom bunuh diri tersebut, aktornya justru adalah negara seperti yang terjadi di zaman orde baru. “Tesis saya sejak tahun 1985 ke atas 90-an kami menangani kasus seperti itu (teror) di era Orde Baru, putusannya selalu sama dan motif-motif mengapa teror di Orde Baru itu sesungguhnya pelakunya, aktornya, adalah negara. Itu era Orde Baru,” ujarnya di Sleman, Kamis (14/11/2019).
Pada masa reformasi, gerakan teror yang dimulai sejak 2001 silam hingga 2019, bahkan terjadi dengan momen-momen tertentu seperti pemilu, akhir tahun, tahun baru, dan event-event politik lainnya.
“Apakah ini pertanda bahwa, badan intelijen (BIN) itu gagal dalam melakukan pencegahan dini,” katanya.
“Itu kemungkinan menarik. Jangan-jangan ada desain sebagaimana era orde baru,” sambung Busyro.
Apa yang dikatakan itu, lanjut Busyo, bukan suatu tuduhan. Melainkan kajian dari disertasinya yang berkaitan dengan terorisme. Sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
“Saya melakukan penelitian untuk itu, LIPI menulis penelitian tentang itu. Saya siap pertanggungjawabkan,” jelasnya.
Kepolisian sebelumnya menegaskan, bom yang terjadi di Mapolrestabes Medan adalah bom bunug diri, dan pelaku diduga terpapar radikalisme dari sang istri berinisial DA. Sehingga Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri mengamankan DA.
“Istri pelaku tersebut atas nama DA. DA diduga terpapar lebih dahulu dibandingkan pelaku,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo, di Depok, Kamis (14/11/2019).
“Patut diduga, dia terpapar dari istrinya dulu, kemudian baru terpapar di media sosial jejaring istrinya,” sambung Dedi.
DA memiliki jejak digital perencanaan bom di Bali. Bahkan dari hasil penelusuran tim Densus 88 dan Direktorat Cyber Crime Bareskrim Polri, sang istri pelaku (RMN) cukup aktif di jejaring sosial. Bahkan pernah menemui I yang mendekam di Lapas Kelas 2 Wanita di Medan.
“Si istri sering mendatangi, berkunjung ke Lapas ataupun ke lokasi, itu yang masih kita dalami,” katanya.
“Apakah pelaku RMN ini dalam melakukan serangannya ini memiliki jejaring, baik terstruktur atau pun non struktur. Ini masih didalami oleh densus 88,” lanjut Dedi.
Sebelumnya, Dedi mengungkapkan pelaku bom bunuh diri di Polrestabes Medan bernama Rabbial Muslim Nasution (RMN). Menggunakan jaket ojek online saat meledakkan diri hanya sebagai penyamaran.
“Itu (jaket ojol) penyamaran. Status yang bersangkutan adalah mahasiswa atau pelajar,” jelasnya.
Senada dengan itu, Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Tatan Dirsan Atmaja, menjelaskan pelaku bom bunuh diri sempat diperiksa dua kali oleh petugas, namun berusaha memasuki Polrestabes Medan. Dengan alasan hendak membuat Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) – surat keterangan yang diterbitkan oleh Polri yang berisikan catatan kejahatan seseorang.
“Yang bersangkutan itu berdiri seorang diri dengan menggunakan jaket dan ransel, kemudian ditegur oleh anggota, mengaku mau buat SKCK,” kata Tatan.
Pada rekaman CCTV, RMN diketahui memasuki Mapolrestabes Medan menggunakan jaket ojek online. Lalu meledakkan diri sekitar 30 meter dari pintu gerbang. Akibat insiden itu, enam orang mengalami luka-luka, yakni lima anggota Polisi dan satu orang warga sipil.