Eskalasi di Papua Meningkat, Komisi I DPR RI Dorong Perpres Pelibatan TNI untuk Terorisme

Nasional745 Dilihat

JAKARTA – Komisi I DPR RI menyampaikan keprihatinannya atas meningkatnya eskalasi di Papua. Dalam kasus baru-baru ini, pesawat Susi Air dibakar dan dugaan pilot disandera oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua.

“Jadi di rapat itu ada beberapa catatan bahwa eskalasi terjadi di Papua dan seperti kita lihat saat ini. Jadi yang pertama saya ikut prihatin,” ujar Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid, di Jakarta, Kamis (9/2/2023).

Olehnya itu, Meutya berharap masalah ini bisa segera diselesaikan. Karenanya meminta pihak-pihak terkait khususnya TNI untuk melakukan komunikasi agar pilot yang diduga disandera ini bisa segera dibebaskan.

“Saya minta pihak-pihak untuk berkomunikasi terutama dari TNI bagaimana agar pilot ini kalau betul disandera agar bisa segera dibebaskan,” kata dia.

Ia mengemuka, dalam rapat beberapa waktu lalu, Komisi I DPR mendorong agar TNI punya dasar hukum yang kuat berada di Papua, yakni tindak lanjut atas Peraturan Presiden (Perpres) Pelibatan TNI untuk Terorisme.

“Kemarin Komisi I mendorong agar segera tidak lanjut dari perpres yang sudah disetujui Komisi I, Perpres pelibatan TNI untuk terorisme. Jadi mungkin itu yang kemarin diminta teman-teman TNI,” katanya.

Ia menjelaskan, TNI memiliki dasar hukum untuk bisa melakukan penanganan dengan baik di Papua. Akan tetapi, tanpa menunggu perpres pun Komisi I DPR meminta Panglima TNI untuk terus siaga.

“Jadi eskalasinya meningkat dan itu bukan hanya analisis, saya rasa teman-teman media juga melihat sehingga perlu penanganan khusus dan strategi-strategi baru untuk pendekatan penanganan Papua,” ujar dia.

Terkait pendekatan humanis di konflik Papua, menurut Meutya, pendekatan humanis tetap bisa dilakukan, namun bukan berarti aparat hanya berdiam diri saat ada warga masyarakat yang diserang, ataupun terjadi pelanggaran dan juga teror-teror. Tentu TNI harus bertindak tegas dengan tetap melakukan pendekatan dialogis atau humanis.

“Tentu TNI harus tegas. Tapi pendekatan keseharian terhadap kelompok-kelompok tersebut harus dilakukan secara juga dialogis atau humanis serta berjalan bersama-sama. Tapi sekali lagi kalau ada kekerasan tentu tegas tapi dalam kerangka penyelesaian akhir tentu ada dialog-dialog dengan kelompok ini,” kata Meutya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *