JAKARTA – Ideologi terorisme dan radikalisme sudah banyak merugikan negara di belahan dunia, termasuk Indonesia. Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) Republik Indonesia mencatat sebanyak 2.157 warga Indonesia menjadi korban propaganda teroris.
Demikian Disampaikan Kepala BNPT RI, Komjen Pol Boy Rafli Amar, usai meresmikan warung NKRI Karimata di Kabupaten Jember beberapa waktu lalu.
Dikutip dari Antara, Rabu (1/3/2023), Boy mengatakan, ideologi Pancasila yang dianut oleh Indonesia, sebagai salah satu ideologi kontra radikalisme dan terorisme terus berusaha dirongrong oleh kelompok radikal. Hal itu terbukti dengan masuknya organisasi teroris seperti ISIS dan Al Qaeda di Indonesia.
“Keberadaan organisasi teroris tersebut sudah banyak merugikan bangsa Indonesia. Ideologi teroris menyebar layaknya virus di Indonesia,” ujarnya.
Menurut dia, tak sedikit warga Indonesia yang terprovokasi propaganda organisasi teroris tersebut. Warga Indonesia direkrut oleh organisasi teroris hanya dengan media dialog.
Bahkan, ada beberapa warga Indonesia yang menjadi pengikut ISIS hanya karena mengikuti pelatihan mereka yang digelar secara daring, termasuk melalui media sosial. Warga Indonesia tersebut kemudian dibekali pelatihan membuat bom dan strategi menyerang orang yang dianggap musuh secara membabi buta.
Berdasarkan data yang diterima BNPT, terdapat 30 ribu sampai 40 ribu warga dari 80 negara di dunia yang menjadi pengikut organisasi radikal. Mereka menjadi pengikut kelompok radikal dengan cepat.
Boy menambahkan, mereka yang awalnya memiliki kepribadian yang baik dan sopan serta ramah, secara tiba-tiba berubah menjadi seseorang dengan kepribadian yang keras. Bahkan berkeyakinan bahwa darah manusia yang tidak sealiran dengan mereka halal.
Sementara untuk Indonesia, BPNT mencatat hingga saat ada 2.157 warga Indonesia yang menjadi korban propaganda organisasi teroris. 2.157 warga dari belahan daerah di Indonesia berangkat ke Syiria.
Tak hanya terprovokasi di Indonesia, beberapa warga Indonesia terprovokasi saat sedang bekerja di luar negeri. BNPT mencatat hampir 1 persen tenaga kerja Indonesia terpapar ideologi terorisme saat berada di luar negeri.
“Meskipun tidak semua berangkat ke Syiria, namun sebagian mereka menyumbangkan dana kepada organisasi teroris,” katanya.
Mereka terprovokasi oleh doktrin ISIS bahwa di Syiria akan berdiri Daulah Islamiyah yang dapat memberikan pelayanan secara gratis kepada mereka.
“2000-an lebih warga dari belahan Indonesia terjebak dalam kekeliruan kolektif. Mereka berangkat ke Syiria dengan tujuan jihad,” kata Boy.
Namun, saat mereka tiba di Syiria, ternyata kenyataan yang diterima tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga, sebanyak 550 yang belum sampai ke lokasi konflik terpaksa balik kanan.
Namun, dari 550 warga Indonesia tersebut 100 lebih di antaranya tidak bisa pulang ke kampung halamannya. Mereka meninggal dunia sebelum Kembali ke masyarakat.
Tak cukup sampai di situ, Boy juga menyebut kurang lebih ada 700 orang warga Indonesia yang masih terjebak di pengungsian.
“Doktrin yang disampaikan kepada korban merupakan fatamorgana belaka. Mereka hidup sengsara di tempat pengungsian,” ujar dia.
Menyikapi penetrasi ideologi teroris yang seperti virus, BNPT berusaha menyiapkan program sebagai vaksin dari virus tersebut. Dengan tetap menjalin sinergi, BNPT melakukan lima program dalam upaya mencegah dan melawan ideologi terorisme.
Lima program tersebut, diantaranya, transformasi wawasan kebangsaan, revitalisasi nilai Pancasila, moderasi beragama, pelestarian akan budaya bangsa, dan transformasi pembangunan dan kesejahteraan.
“Lima vaksin tersebut bisa menjadi penguat imunitas ideologi bangsa Indonesia, agar tidak gampang tergoda. Dalam upaya memperkuat ketahanan ideologi bangsa, negara harus hadir. Jika negara hadir, ikut menyejahterakan warganya, maka narasi kekerasan akan sulit masuk ke Indonesia,” kata Boy.