Kepala BNPT: Da’i dan Da’iyah Berperan Penting Keberhasilan Program Deradikalisasi

Nasional2191 Dilihat

BANDUNG – Da’i dan Da’iyah memiliki peran yang sangat sentral dan penting serta menjadi kunci keberhasilan dalam menjalankan program kontra radikalisasi maupun program deradikalisasi dalam upaya penanggulangan radikal terorisme di Indonesia

Hal tersebut dikatakan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel, pada acara Sarasehan dan Dialog Kebangsaan bersama Da’i dan Da’iyah se wilayah Bandung Raya, Bandung, Rabu (24/5/2023).

Rycko menjelaskan, kontra radikalisasi adalah untuk memberikan penjelasan, pelurusan, dan melakukan pengoreksian  kepada masyarakat, baik secara langsung konvensional, menggunakan teknologi IT atau media, maupun gabungan terhadap keduanya.

Bahkan selama ini, BNPT dalam melaksakan program deradikalisasi juga menggunakan berbagai metode, yakni melakukan perubahan pemahaman kepada para napi, maupun mantan napi terorisme dengan memakai tokoh agama.

“Para Dai dan Daiyah, tokoh agama, harus masuk memberikan tausiyah dan meluruskan ajaran-ajaran yang sudah dibelokkan oleh kelompok-kelompok intoleran tadi,” ujarnya.

Untuk itulah, BNPT RI bersama Kementerian Agama (Kemenag) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) berkumpul bersama para Da’i dan Da’iyah yang ada di wilayah Bandung Raya, menyamakan persepsi tentang program-program kontra radikalisasi terhadap berbagai ajaran-ajaran yang mengajarkan kekerasan, mengarah kepada radikalisme dan terorisme termasuk intoleran, baik yang berkembang dalam dunia media sosial maupun di dalam kehidupan masyarakat.

“Disinilah kita melakukan penyamaan persepsi dalam melaksanakan kegiatan deradikalisasi terhadap saudara-saudara kita yang tersesat, sehingga harus menjalani hukuman dan menjadi napiter, baik yang masih dalam proses penahanan dan termasuk yang sudah keluar,” kata dia.

Lalu tujuan yang kedua adalah untuk meluruskan niat dan menyatukan tekad dalam memberikan yang terbaik kepada generasi muda bangsa. 

Ia memberikan gambaran tentang situasi saat ini menjelang tahun politik. Apalagi penyebaran ideologi atau paham intoleran, radikal, terorisme masih terus bertebaran di masyarakat, sehingga pihaknya mengajak stakeholder terkait untuk melakukan tindakan di lapangan.

“Menggunakan cara-cara konvensional tatap muka di sekolah-sekolah, SD, SMP, SMA, Universitas, Perguruan Tinggi, di pondok pondok pesantren, di sekolah Islam, di kelompok-kelompok masyarakat semakin kita giatkan,” ujar dia.

Menurutnya, ada tren peningkatan intoleransi di kalangan pelajar SMK di Kota Bandung, dan penelitian terhadap hal tersebut saat ini sedang dilakukan oleh BNPT. 

“Ada peningkatan penyebaran paham intoleransi di Kota Bandung, namun belum mengarah pada ekstrem. Artinya masih bisa dilakukan pencegahan sejak dini,” katanya.

“Hal ini menjadi cambuk dan peringatan untuk kami semua untuk semakin gencar di sekolah SD, SMP dan SMA hingga universitas jangan sampai mereka kena tipu di manipulasi,” lanjut Rycko.

Kemenag saat ini telah memberikan tugas kepada sekitar 50 ribu orang Da’i dan Da’iyah di seluruh Indonesia, menyebarkan pesan perdamaian di tengah perbedaan, serta untuk mencegah munculnya radikalisme dan terorisme di masyarakat.

Sementara MUI juga menyebarkan sekitar 1.300 orang dai dan daiyah yang ter-standardisasi, menyebarkan, memberikan pemahaman, memberikan penjelasan, mengoreksi permasalahan yang berkaitan dengan radikalisme.

“Kami ingin memberikan pemahaman dan menyatukan tekad dan luruskan niat serta kita berikrar agar negeri ini tetap aman dan damai. Memperkuat keberagaman dan menatap ke depan semakin aman sejahtera,” kata Rycko.

Tahun Politik, Kemenag RI: Para Da’i Jangan Gunakan Agama untuk Isu Elektoral

Dalam kesempatan tersebut Staf Khusus Menteri Agama, Nuruzaman, mengatakan dalam menghadapi tahun politik, pihaknya meminta kepada para Da’i dan Da’iyah untuk tidak menggunakan agama sebagai alat dalam melakukan electoral. 

“Di negara demokrasi semua orang boleh memilih partai apapun dan juga memberikan dukungan kepada siapapun. Tapi karena dia sebagai Dai, kalau dia memberikan ceramah, kalau memang mau memilih partai politik atau kampanye terhadap salah satu pasangan calon silakan. Nggak ada yang melarang . Tapi tentu menggunakan cara-cara yang baik,” ujarnya.

Lalu kemudian kalau Da’i dan Da’iyah tersebut memilih untuk tidak menjadi juru kampanye dan bersikap netral, maka para Dai dan Daiyah ini pilihannya adalah mengajak orang untuk damai dalam perbedaan.

“Boleh perbedaan politik, tapi tentu tidak boleh ada perbedaannya yang dapat menimbulkan gesekan. Itu yang harus ditekankan,” ujarnya lagi.

Selain itu dirinya meminta kepada para Da’i dan Da’iyah  untuk tidak menjadikan agama sebagai isu elektrokal. Karena agama itu terlalu Suci untuk kepentingan-kepentingan politik praktis. 

“Kita menjaga agar para Dai atau siapapun yang berkampanye termasuk politisi jangan menggunakan agama. Ia (Agama) adalah milik Tuhan dan agama ini suci. Kita menghindari politik identitas dan tentu yang spesifik adalah tentang agama,” katanya.

MUI: Da’i dan Da’iyah Berhati-Hati Berceramah di Tahun Politik

Hal senada juga diungkapkan Ketua Komisi MUI, Ahmad Zubaidi, mengatakan menghadapi tahun politik, dirinya mengingatkan para Da’i dan Da’iyah agar berhati-hati dalam berceramah. 

Para Da’i dan Da’iyah diharapkan tetap bersikap netral sebagai upaya untuk mewujudkan perdamaian dan persatuan di masyarakat serta menjaga ceramah agar tidak memecah belah umat.

“Tentunya pada tahun politik ini, para dai ditantang untuk bersikap netral, tidak ke kanan dan ke kiri. Tapi, kalaupun dai jadi jurkam (juru kampanye), bisa menyampaikan dengan cara yang baik dan tidak memecah belah umat,” ujarnya.

Menurut Kiai Ahmad, para Da’i dan Da’iyah sebaiknya bisa bersikap netral dan  menjadi penengah ketika ada konflik di masyarakat. Bukan hanya untuk para dai dan daiyah, pesan yang disampaikan juga kepada  para pengurus masjid.

“Jadi, masjid harus jadi rumah bersama, tidak jadi arena politik praktis,” kata dia.

Oleh karena itu, menurut Kiai Ahmad, peran dari para Da’i dan Da’iyah ini sangat penting sebagai juru bicara umat. Oleh karena itu, MUI sejak 2015 berfokus mengarahkan Da’i dan Da’iyah terkait konsep berdakwah.

“MUI sudah membaca ada fenomena masyarakat ekstrem kanan dan ekstrem kiri. Dua hal ini membahayakan, apalagi kalau dibumbui dakwah-dakwah,” kata Kiai Ahmad mengakhiri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *