Kearifan Lokal, Landasan Tangkal Radikalisme dan Terorisme di Indonesia

Nasional1197 Dilihat

GORONTALO – Lingkup kearifan lokal yang tidak terbatas gender, usia, agama, dan generasi, menjadikan masyarakat dapat hidup secara berdampingan serta mempunyai landasan yang baik dalam menangkal paham radikal terorisme di Indonesia.

Hal itu dikatakan Kepala Sub Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Rl, Kolonel (CZI) Rahmat, pada kegiatan Kenali dan Peduli Lingkungan Sendiri (Kenduri) Desa Damai dalam Pencegahan Radikalisme dan Terorisme yang digelar Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Sulawesi Utara, di Gorontalo, Kamis (1/6/2023).

Rahmat menjelaskan, kearifan lokal dapat berfungsi menjadi penyaring bagi nilai-nilai dari luar yang kurang sesuai dengan kultur budaya bangsa.

“Kearifan lokal juga merupakan objek yang vital dalam pencegahan paham radikal terorisme di suatu daerah,” ujarnya.

Hasil survei yang dilakukanBNPT tahun 2020, faktor yang paling efektif dalam mereduksi potensi radikalisme secara berturut turut adalah diseminasi sosial media, internalisasi kearifan lokal, perilaku kontra radikal, dan pola pendidikan keluarga pada anak.

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang besar, kata Rahmat, dimana memiliki berbagai suku dan budaya di dalamnya, kearifan lokal membantu membentuk karakter serta perekat persatuan pada bangsa ini sejak dahulu kala.

“Santun dalam berperilaku, musyawarah mufakat dalam menyelesaikan masalah, local wisdom yang kaya dengan pluralitas, sikap toleransi, semangat gotong-royong merupakan karakter masyarakat Indonesia,” jelasnya.

Menurut dia, lingkungan yang diselimuti dengan nilai kearifan lokal, bukanlah tempat yang nyaman bagi para pelaku terorisme dalam menyebarkan paham negatif tersebut terhadap masyarakat.

Kearifan lokal yang ada di Indonesia selalu berdasarkan dengan nilai-nilai agama yang toleran. Sehingga dengan hal tersebut kita dapat mempersempit ruang gerak kelompok-kelompok tersebut.

Oleh karena itu, memudarnya kearifan lokal pada suatu daerah, sebaiknya menjadi perhatian bersama khususnya bagi aparatur desa, sehingga dapat mengangkat kembali kearifan lokal yang ada di daerahnya.

Caranya lanjut Rahmat, dengan mengajak lapisan masyarakat lintas generasi, gender dan agama sebagai bentuk upaya pencegahan paham radikal terorisme di lingkungan masyarakat.

“Terorisme ini menjadi ancaman bagi peradaban modern dan merupakan kejahatan terhadap perdamaian dan keamanan umat manusia, yang tidak memandang suku, ras, agama, dan negara,” katanya.

Rahmat menambahkan, proses penanggulangan terorisme tidak bisa dilaksanakan hanya oleh aparatur keamanan semata, baik kepolisian, TNI, dan BNPT sebagai lembaga negara yang mendapat mandat untuk menjalankan program ini. 

Namun, dibutuhkan sinergi yang kuat antara aparatur keamanan dengan masyarakat tanpa terkecuali, karena bahaya terorisme menyasar tanpa memandang pangkat, jabatan, status sosial, suku, ras dan agama tertentu.

Dampak terorisme pun tidak hanya menimbulkan korban jiwa dan kerusakan pada harta benda, namun juga merusak stabilitas dan ketahanan negara, terutama dalam sisi ekonomi, pertahanan, keamanan, sosial budaya, dan lain sebagainya.

“Terorisme adalah tindak kejahatan luar biasa dan juga merupakan tindakan yang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM),” katanya.

Pada kesempatan itu, ia mendorong simpul-simpul perangkat desa untuk mampu menjadi agen perdamaian, mengorganisir massa, dan menumbuhkan kesadaran bersama melawan segala bentuk paham dan propaganda kelompok radikal terorisme, setidaknya di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *