JAKARTA – Penurunan tajam kasus tindak pidana terorisme di Indonesia tidak boleh membuat seluruh elemen Bangsa lemah.
Pasalnya, sikap terlena dengan catatan positif tersebut akan menjadi bumerang dan dimanfaatkan kelompok radikal ekstrem untuk terus mengampanyekan ideologi kekerasan yang mereka anut.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI, aksi teror di Indonesia mengalami penurunan lebih dari 89 persen selama 2018-2023.
Namun Kepala BNPT RI, Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel, menekankan perlunya semua elemen untuk senantiasa bersikap waspada menghadapi potensi aksi teror, terutama dalam mengantisipasi dinamika gerakan kelompok ekstrem yang ada di bawah permukaan.
“Kita tidak boleh berpuas diri dan apalagi menjadi lengah, kita harus tetap waspada dengan dinamika gerakan yang muncul di bawah permukaan dari sel-sel jaringan terorisme yang mulai menyusup ke sendi-sendi kehidupan warga dan negara,” ujarnya dalam sambutan Acara Puncak Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-13 BNPT RI, Jumat (28/7/2023).
Rycko mengatakan, sel-sel terorisme ini di permukaan menggunakan jubah agama, sementara di bawah permukaan, mereka melakukan gerakan ideologi dalam ruangan yang gelap secara sistematis, masif dan terencana dengan terus melakukan konsolidasi, melakukan rekrutmen, dan penggalangan dana.
“Kelompok ini mulai mengubah pendekatannya, dari hard menjadi soft approach, dari strategi bullet menjadi ballot strategy,” katanya.
Hasil penelitian Indonesian Knowledge Hub I-KHub BNPT Outlook Tahun 2023 menunjukkan pentingnya sikap waspada ini untuk terus dipelihara dan dipertajam.
Pasalnya, penelitian menemukan bahwa kelompok-kelompok radikal ekstrem kini menjadikan para remaja, anak-anak, dan perempuan sebagai sasaran utama radikalisasi.
Kemajuan teknologi IT dan masa pandemi COVID-19 juga mendorong semakin masifnya online radicalization atau radikalisasi daring yang melahirkan sejumlah fenomena yang relatif baru, seperti serangan aksi terorisme lone wolf.
Kondisi ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Setara Institut, salah satu kolaborator I-KHub BNPT 2023.
Penelitian Setara terhadap para siswa di 5 kota besar di Indonesia dari kurun waktu 2016 sampai dengan 2023 menunjukkan terjadi peningkatan migrasi tingkat toleransi siswa yang memburuk, dari kategori toleran menjadi intoleran pasif, dari intoleran pasif menjadi intoleran aktif, dan dari intoleran aktif menjadi terpapar.
“Walaupun peningkatannya hanya satu digit, namun tren ideologi kekerasan di kalangan para siswa ini terus meningkat di kalangan generasi penerus bangsa ini,” kata dia.
Kondisi tersebut menurutnya menjadi salah satu tantangan yang harus dihadapi untuk meluruskan pemahaman generasi muda saat ini.
Pemahaman wawasan kebangsaan, sejarah perjuangan kemerdekaan, dan budi pekerti menjadi penting dalam proses pembelajaran di semua jenjang pendidikan.
“Kita semua mencintai negeri ini. Kita mencintai Indonesia. Mari kita wujudkan Indonesia yang damai, Indonesia tanpa kekerasan, Indonesia yang Harmoni,” kata dia.
Wakil Presiden RI, Ma’ruf Amin mengatakan, agar masyarakat terus waspada dan mencermati kondisi di lapangan seperti peningkatan radikalisme di kalangan pelajar atau pemuda.
Wapres Ma’ruf Amin lebih lanjut berpesan kepada BNPT dan seluruh pemangku kepentingan untuk memperkuat kolaborasi dengan berbagai pihak dalam melakukan pencegahan radikalisme dan terorisme, merangkul anak muda dalam membumikan moderasi beragama, serta melakukan monitoring di media sosial utamanya jelang Pemilu 2024.
“Perkuat kolaborasi melalui pendekatan multipihak tangkal terorisme secara bersama-sama, rangkul kalangan muda promosikan moderasi beragama sekaligus perkuat paham kebangsaan, monitor dan awasi media sosial terutama menjelang pemilu 2024,“ kata Ma’ruf.