BIMA – Mitra deradikalisasi atau mantan narapindana terorisme (napiter) di Bima dan sekitarnya, diminta bijak dalam menyikapi keragaman yang ada di Indonesia.
Pasalnya, perbedaan di Indonesia itu sudah menjadi sunatullah dan negara Indonesia pun lahir sebagai negara kesepakatan dalam Bhinneka Tunggal Ika.
“Kita berbeda pemikiran dalam menjalankan agama sesuatu hal yang wajar, tetapi jangan sampai jadi permusuhan di antara kita. Oleh sebab itu apabila masih ada perbedaan pemikiran, lebih baik dibicarakan secara baik-baik. Karena yang berbeda itu sejatinya sama-sama mencari kebaikan, artinya sama-sama mencari keselamatan di dunia akhirat,” ujar Kasubdit Bina Masyarakat (Binmas) Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI, Kolonel Pas Sujatmiko, di Bima, Nusa Tenggara Barat, Rabu (13/9/2023).
Pernyataan itu diucapkan H Sujatmiko pada Silaturahmi Bersama Mitra Deradikalisasi di Pondok Kekayuan, Kota Bima. Kegiatan yang digelar Subdit Bina Masyarakat, Direktorat Deradikalisasi BNPT dihadiri 19 Mitra Deradikalisasi yang merupakan mantan narapidana terorisme yang telah kembali ke tengah-tengah masyarakat. Mitra deradikalisasi tersebut berasal dari wilayah Kota Bima, Kabupaten Bima, Kabupaten Dompu, dan Kabupaten Sumbawa Barat.
Sujatmiko berpesan para mitra deradikalisasi agar benar-benar menjauhi virus radikalisme. Pasalnya, virus itulah yang membuat mereka harus berurusan dengan hukum dan tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.
“Agar kita sebagai Warga Negara menyadari virus radikalisme yang dapat merusak sendi-sendi berbangsa dan bernegara yang baik seperti anti Pancasila, anti NKRI, anti Kebhinnekaan, menganut paham takfiri dan kekerasan serta anti terhadap pemerintahan yang sah,” ujarnya.
Ia menekankan, kepada para mitra deradikalisasi agar jangan sampai mereka memelihara sikap anti terhadap pemerintahan yang sah.
“Pemerintahan yang sah artinya didirikan sesuai kesepakatan seluruh bangsa Indonesia, oleh sebab itu perlu kita hormati dengan kritik yang baik,” katanya.
Sementara Kepala Badan Kesbangpol Kota Bima, Muh. Hasyim, memberikan pesan singkat kepada para mitra deradikalisasi. Ia meminta agar semua anak bangsa ikut berperan aktif menjaga keutuhan dan kemakmuran Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kegiatan ini juga menghadirkan narasumber yang juga mitra deradikalisasi dari Surabaya, Jawa Timur, Ustad Saifudin Umar. Dalam paparannya, Saifudin menjelaskan, keunikan pandangan Ibnu Taymiyyah mengenai jihad toleransi yang dituliskan di dalam bukunya berjudul “Jihad Toleransi Ibn Taymiyyah’.
Ia mengungkapkan, Ibnu Taymiyyah sudah hampir 7x masuk penjara karena pemikirannya, dan ketika Ibnu Taymiyyah ditawarkan untuk membalas memenjarakan ulama yang pernah memenjarakannya, Ibnu Taymiyyah menolak dengan alasan karena ulama tersebut masih bermanfaat untuk masyarakat.
“Uniknya pemikiran Ibnu Taymiyyah juga dipakai dimana-mana, orang-orang liberal memakai pemikiran Ibnu Taymiyyah, dan orang-orang keras pun memakai pemikiran Ibn Taymiyyah, meski fatwa Ibnu Taymiyyah tersebut didistorsi oleh orang-orang keras,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan tentang 5 kaidah takfir Ibnu Taymiyyah di antaranya tidak boleh memudahkan pengkafiran, mengkafirkan adalah tuntutan syar’i bukan akal, bahasanya bukan mengkafirkan tetapi menyalahkan, mujtahid apabila melakukan kesalahan tidak boleh dikafirkan, semua masalah membutuhkan pemaknaan atau tafsir yang tepat.
Ustadz Saifuddin menutup materinya dengan menggarisbawahi bagaimana mensuritauladani Ibnu Taymiyyah yaitu sifatnya yang berlapang dada.