BNPT RI: Desa Siapsiaga, Sadarkan Masyarakat atas Ancaman Radikalisme dan Terorisme

Nasional1008 Dilihat

LAMPUNG – Dalam rangka membangun kesiapsiagaan masyarakat, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI melalui Sub Direktorat Kesiapsiagaan dan Pengendalian Krisis mengadakan Intervensi sosial ke-2 Program Desa Siapsiaga yang diselenggarakan di Pekon Waringinsari Barat, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu, Lampung, Kamis (19/10/2023).

Dikutip dari website BNPT RI di Jakarta, Jumat (20/10/2023), melalui kegiatan ini, BNPT RI melibatkan masyarakat desa terutama anggota tim penggerak desa dalam rangka peningkatan kesadaran masyarakat desa terhadap radikalisme dan terorisme. 

“Melalui Desa Siapsiaga sendiri memberikan pemahaman peningkatan kemampuan keterampilan kepada masyarakat. Hal-hal yang bertentangan dengan ideologi, dengan kearifan lokal kita, budaya kita, kita berikan pengetahuan kepada masyarakat sehingga masyarakat memiliki kesadaran terhadap ancaman radikalisme dan terorisme,” ujar Kepala Sub Direktorat Kesiapsiagaan dan Pengendalian Krisis BNPT RI, Kolonel Inf. Indra Gunawan beberapa waktu lalu di Jakarta.

Indra menambahkan bahwa Desa Siapsiaga sudah dijalankan di 5 wilayah berbeda.

“Ada 4 desa dan 1 kelurahan diantaranya adalah Kabupaten Serang, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Sukabumi, Kelurahan Penatoi di Bhima, Nusa Tenggara Barat dan Pringsewu,” kata dia.

Kepala Seksi Kesiapsiagaan BNPT RI, Nurul Huda Shufi Prabowo, menambahkan peningkatan kesadaran masyarakat desa akan berfungsi dalam pembentukan sistem deteksi dini terhadap adanya kemungkinan menyusupnya ideologi-ideologi menyimpang yang ingin memanfaatkan masyarakat demi kepentingan kelompok.  

Semetara dalam kesempatan itu, Eks Napi Terorisme (Napiter), Haris Amir Falah, menekankan jika masyarakat harus memiliki pengetahuan untuk menangkal kemungkinan masuknya ideologi menyimpang di lingkungan mereka. 

Ketidakpedulian masyarakat dan juga minimnya pengetahuan untuk dapat mendeteksi dini dapat merugikan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

“Karena masyarakatnya cuek, tidak peduli, sehingga pada titik tertentu tidak bisa terdeteksi dengan baik, baru kemudian setelah kejadian orang kaget, ternyata di sekitarnya ada orang yang melakukan kegiatan-kegiatan yang bukan sekedar mengarah tapi melakukan bentuk-bentuk kekerasan,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *