JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI berkomitmen memperkuat identifikasi manajemen risiko, mengingat semua kebijakan penanggulangan terorisme memiliki risiko yang mungkin terjadi.
“Setiap kebijakan, aktivitas kita mengandung risiko. Maka, penting untuk mengukur atau memperkuat manajemen risiko,” ujar Sekretaris Utama (Sestama) BNPT RI, Bangbang Surono, dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) kebijakan strategis manajemen risiko terintegrasi berbasis teknologi informasi di lingkungan BNPT RI, di Kantor Pusat BNPT, Sentul, Selasa (31/10/2023).
Bangbang mengatakan, identifikasi manajemen risiko, selaras dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), mengamanatkan seluruh kementerian/lembaga/daerah wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan.
“Ini selaras dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang SPIP. Mengamanatkan bahwa seluruh kementerian/lembaga/daerah wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan. Melalui penerapan unsur-unsur SPIP yang meliputi lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan pengendalian internal yang dilaksanakan menyatu dan menjadi bagian integral dari kegiatan di lingkungan kementerian/lembaga/daerah,” jelasnya.
Inspektur BNPT RI, Catur Iman Pratignyo, menambahkan BNPT RI diharapkan juga harus mampu melakukan manajemen risiko lintas sektor yang berkaitan dengan penanggulangan terorisme.
“BNPT harus mengampu manajemen risiko tingkat sektor dalam penanggulangan terorisme. Harus kita rumuskan bersama dengan TNI, Polri, Badan Intelijen Negara (BIN), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan instansi terkait lainnya,” ujarnya.
Sementara Direktur Deradikalisasi BNPT, Brigjen. Pol. R. Ahmad Nurwakhid, turut menjelaskan manajemen risiko dalam perspektif intelijen.
Menurut Nurwakhid, dalam ilmu intelijen, manajemen risiko disebut teori prediksi antisipasi. Beragam risiko mungkin terjadi, mulai dari terjadinya aksi terorisme yang berdampak pada ketidakpercayaan masyarakat, hingga konflik sosial.
“Maka kalau sudah ada prediksi, perlu diminimalisir risiko,” katanya.