Lawan Intoleransi, BNPT RI Gelar Sekolah Damai di SMA 3 Semarang

Nasional1437 Dilihat

SEMARANG – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) kembali menggelar lanjutan program “Sekolah Damai” di Sekolah Menengah Atas (SMA) 3 Semarang, Senin (20/5/2024).

Pelaksanaan program “Sekolah Damai” ini merupakan upaya BNPT RI berkolaborasi dengan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Duta Damai Dunia Maya Provinsi Jawa Tengah, dan SMA 3 Semarang.

Deputi 1 Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT RI, Mayjen TNI Roedy Widodo, mengatakan, kegiatan di SMA 3 Semarang merupakan kegiatan keempat yang digelar BNPT RI melalui Subdit Kontra Propaganda. Sebelumnya, “Sekolah Damai” sudah digelar di SMA 1 Palu, SMA 3 Serang, dan Ponpes Darussalam Blokagung Banyuwangi.

Menurut Roedy, program “Sekolah Damai” adalah bagian dari upaya kita bersama untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, damai, dan penuh dengan nilai-nilai toleransi.

“Itu penting dalam rangka untuk melawan intoleransi yang bisa mengarah ke radikalisme dan terorisme, kekerasan, dan bullying,” ujarnya.

Pihaknya sengaja memilih SMA 3 Semarang sebagai tempat pelaksanaan pertama “Sekolah Damai”, di Jawa Tengah dengan pertimbangan bahwa sekolah ini adalah sekolah favorit yang banyak mencetak pejabat negara.

“Disamping itu dukungan dari satuan pendidikan sendiri yaitu SMA 3 sendiri seperti guru, siswa, dan para alumni dan stakeholder terkait juga luar biasa,” katanya.

Sekolah Damai, Program Prioritas BNPT RI

Ia menguraikan bahwa “Sekolah Damai” merupakan bagian dari tujuh program prioritas yang dicanangkan oleh Kepala BNPT RI, Komjen Pol. Mohammed Rycko Amelza Dahniel.

Dengan “Sekolah Damai” diharapkan dapat menciptakan public resilience (ketahanan masyarakat) dan public awareness (kepedulian masyarakat) untuk menumbuhkembangkan suatu ketahanan di satuan pendidikan, lingkungan masyarakat.

“Harapannya masyarakat dan para siswa memiliki daya tangkal, daya cegah, dan deteksi dalam melawan potensi intoleransi yang mengarah ke radikalisme dan tindak pidana terorisme,” kata Roedy.

Mayjen Roedy menguraikan, pendidik mempunyai tugas besar dalam menyelamatkan generasi bangsa. Apalagi penyelenggaran kegiatan tepat pada peringatan Hari Kebangkitan Nasional dan masih dalam bulan yang sama dengan Hari Pendidikan Nasional.

“Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Berangkat dari hati nurani dan kesadaran, serta panggilan jiwa. Jangan pernah melupakan perah seorang guru yang luar biasa,” kata dia.

Ia menjelaskan, BNPT RI memiliki tujuh program prioritas di tahun 2024. Pertama perlindungan perempuan, anak, dan remaja, dari ancaman radikal terorisme. Berdasarkan penelitian, tingkat keterpaparan kaum perempuan, remaja, dan anak mencapai 70 persen.

“Dari hasil evaluasi peningkatan keterpaparan itu diketahui akibat sebagaian besar pengguna internet sekarang adalah perempuan, remaja, dan anak, melalui medsos dan internet. Perlu kita ketahui bahwa perekrutan paham intoleransi dan radikal terorisme bukan lagi secara tradisional tapi menggunakan teknologi internet,” jelas Roedy.

Program kedua adalah desa siap siaga, kemudian ketiga program “Sekolah Damai” yang sedang digelar di Semarang.

Kemudian program pembentukan Kampus Kebangsaan dengan mengajak perguruan tinggi menjadi benteng kebangsaan yang mendorong semangat persatuan dan kesatuan di kalangan mahasiswa.

Program prioritas kelima adalah asesmen pegawai dengan tugas risiko tinggi. Keenam penangan WNI yang terafiliasi dengan Foreign Terrorist Fighter (FTF), dan ketujuh program reintegrasi dan reedukasi mitra deradikalisai serta keluarga di luar lapas.

“Program ketujuh ini melakukan reintegrasi dan pendidikan ulang bagi mantan narapidana terorisme beserta keluarganya agar dapat kembali ke masyarakat dengan baik,” jelasnya.

Ia berharap, seluruh elemen sekolah, baik guru maupun siswa dapat mendukung pelaksanaan program “Sekolah Damai”.

“Mari bersama-sama menciptakan lingkungan sekolah yang damai, penuh toleransi, dan saling menghargai sehingga dapat menjadi contoh bagi sekolah-sekolah lain di seluruh Indonesia,” harapnya.

Program “Sekolah Damai” ini diisi dengan pelatihan, diskusi, dan kegiatan lain yang bertujuan untuk mengenali tanda-tanda intoleransi, kekerasan, dan bullying. Juga bagaimana bisa bertindak secara proaktif untuk mencegahnya.

“Kita juga membahas pentingnya membangun sikap empati, menghargai perbedaan, dan memperkuat solidaritas antara seluruh komunitas di satuan pendidikan,” katanya.

Dengan menciptatakan lingkungan belajar yang aman, inklusif, dan mendukung, kata Roedy, tidak hanya memberikan tempat siswa untuk berprestasi secara akademik, tetapi juga jadi tempat pertumbuhan holistik bagi setiap individu.

Hal itu sejalan dengan tema “Sekolah Damai” yaitu “Menumbuhkan Ketahahan Satuan Pendidikan Dalam Paham Intoleransi, Kekerasan, dan Bullying”.

Ia mengungkapkan bahwa pendidikan adalah panggung utama membentuk karakter generasi penerus bangsa. Karena itu, dengan tema hari kedua “Pelajar Cerdas Cinta Damai” tidak hanya merujuk kecerdasan intelektual, tetapi juga cerdas emosional dan sosial.

“Mari kita bersama menjadi agen perdamaian di setiap sekolah masing-masing untuk membimbing para pelajar menjadi generasi yang mampu menolak segala bentuk intoleransi dan kekerasan,” ujar dia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *