GARDANASIONAL, BANDUNG – Budaya yang dimiliki bangsa Indonesia sesungguhnya, budaya majemuk dan beragam, sebab terdiri dari berbagai macam suku, bahasa, dan budaya. Namun perbedaan itu lantas dirusak oleh intoleransi dan radikalisme negatif yang semakin menguat.
Hal itu disampaikan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Suhardi Alius, usai menjadi narasumber dialog kebangsaan pada kegiatan budayawan di Bandung, Sabtu (14/12/2019).
Ia mengatakan, dengan suku, bahasa dan budaya yang beragam, seharusnya masalah intoleransi sudah selesai. Sebab ada hal lain yang perlu diurusi seperti berkompetisi dengan negara lain di seluruh dunia.
“Kalau kita sibuk dengan masalah itu (perbedaan) saja dan tidak bisa diselesaikan dengan baik, akan sulit kita untuk berkompetisi,” katanya.
Oleh karenanya itu, ia menyambut baik kegiatan para budayawan dalam menguatkan kembali semangat kebangsaan bangsa. Apalagi para seniman dan budayawan ini memiliki komunitas yang beragam dan kuat di daerahnya.
“Sekarang komunitasnya (seniman dan budayawan) ini luar biasa, beragam, dari berbagai macam ada perwakilan. Kita berharap banyak yang seperti ini dan tidak boleh berhenti. Karena ini adalah komunitas yang mendukung kita untuk mereduksi itu (intoleransi dan radikalisme),” kata dia.
Suhardi meminta para perwakilan komunitas budayawan dapat menyebarluaskan dan mensosialisasikan pentingnya hidup dalam keberagaman demi menjaga persatuan. Bahkan setidaknya terdapat beberapa sektor yang perlu mendapatkan pengawasan dari infiltrasi masuknya pemahaman radikalisme negatif. Juga menuntut adanya inovasi melakukan pendekatan penanggulangan radikalisme-terorisme.
“Sektor budaya, pendidikan, dan kemajuan teknologi perlu pengawasan. Kemajuan teknologi yang pesat ini banyak positifnya, tetapi juga ada negatifnya yang dapat melunturkan identitas nasional di kalangan generasi muda. Budaya yang kian melemah serta SDM pendidikan yang justru menjadi agen radikalisme. Ini yang kita hadapi,” katanya.
Suhardi mengaku senang dengan kegiatan budayawan, sehingga pihaknya bisa menyampaikan bahaya intoleransi dan radikalisme, serta bagaimana cara pengentasannya.
“Tadi saya sharing mengenai masalah intoleransi dan radikalisme yang terjadi di Indonesia dan bagaimana cara pengentasannya. Saya senang sekali diundang kesini, karena ini adalah komunitas yang mendukung kita bagaimana mereduksi itu semua,” ujar dia.
Seniman Pelopor Gerakan Seni Rupa Baru, I Nyoman Nuarta, menegaskan para seniman dan budayawan pada dasarnya sangat menerima dengan perbedaan dan keberagaman yang dimiliki bangsa Indonesia. Karena itu, kegiatan dialog kebangsaan biasanya diarahkan pada pertunjukan film yang dapat membangkitkan rasa nasionalisme.
“Ini agar ingat lagi kepada budaya kita sendiri, kekayaan yang luar biasa. Karena seniman itu bangga dengan perbedaan, karena perbedaan ini yang membuat kita (Indonesia) kaya,” ujarnya.
Ia menyayangkan adanya upaya kelompok tertentu yang mau menghilangkan keberagaman tersebut. Padahal perbedaan inilah yang membuat bangsa Indonesia kaya. “Sekarang ini ada upaya ingin memiskinan kita yang sudah begitu kaya dengan keberagaman budaya dan malah ingin diseragamkan semuanya. Kalau semua dihilangkan, terus kita mau ikut pakai budaya apa?,” katanya.