JAKARTA – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) bersama Kepolisian RI (Polri) memperkuat sinergitas dengan Perjanjian Kerja Sama (PKS) terkait tindak pencegahan kasus pertanahan. PKS ini sebagai salah satu upaya pemberantasan mafia tanah.
Kerja sama ini dilakukan selaras dengan penerbitan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (Permen ATR/BPN) Nomor 15 Tahun 2024 tentang Pencegahan Kasus Pertanahan pada April 2024.
Menteri ATR/BPN, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mengatakan sengketa tanah menjadi salah satu isu yang selalu menjadi sorotan publik, termasuk konflik pertanahan yang disebabkan atau dimotori oleh oknum mafia tanah. Tak dipungkiri, banyak masyarakat yang menjadi korban mafia tanah.
Baca Juga: Lantik Pejabat Baru, Sestama BNPT: Penting Memiliki Tindakan Responsif Penanggulangan Terorisme
“Belasan tahun bahkan puluhan tahun kasus tidak selesai karena memang sudah sangat complicated dan ini perlu diurai secara rigit dan tidak boleh ada persepsi yang berbeda,” ujarnya di Jakarta, Senin (5/8/2024).
Ia berharap, dengan adanya perjanjian kerja sama akan semakin menguatkan sinergi, kolaborasi, dan semangat untuk memberantas mafia tanah sampai ke akar-akarnya melalui Satgas Anti Mafia Tanah. Dengan begitu, apa yang menjadi atensi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat terlaksana.
Kapolri, Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, menambahkan sengketa tanah menjadi masalah yang berlarut-larut bahkan hingga mengganggu investasi.
Padahal, di Indonesia terdapat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 yang dengan jelas menyebutkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Baca Lagi: Lawan Radikalisme dan Terorisme dengan Membumikan Empat Bingkai Kerukunan
“Tapi pada saat negara mau menggunakan tanah saja berhadapan dengan mafia tanah,” kata dia.
Oleh karena itu, lanjut Listyo, disepakati harus ada kepastian terkait dengan kepemilikan tanah, sehingga ke depan masyarakat yang selama ini selalu dirugikan oleh kelompok-kelompok yang disebut dengan ‘mafia tanah’, bisa diberi kepastian dan hukum.
Menurut dia, masalah mafia tanah ini juga telah mengganggu masuknya investasi di Indonesia. Bahkan, tidak jarang investor yang masuk pada akhirnya terkendala dengan masalah pertanahan.
“Karena itulah, hal ini menjadi PR bersama agar Indonesia betul-betul bisa bersaing dalam hal investasi,” katanya.
Listyo menambahkan, dalam kasus mafia tanah tentunya ada persekongkolan dan permainan hukum. Ia pun mendukung Kementerian ATR/BPN untuk melakukan pemberantasan.
“Jadi kalau istilah saya tambahannya dari gebuk mafia tanah sampai tuntas dan kita dukung,” kata dia.