JAKARTA – Perayaan HUT TNI ke-79, Sabtu (5/10/2024) di Lapangan Monas Jakarta menjadi sorotan publik, terutama setelah insiden di mana Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak menyalami Wakil Presiden ke-6 RI, Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno. Momen ini cepat menyebar di media sosial dan menjadi bahan perbincangan hangat di berbagai platform.
Acara tersebut dimulai dengan Jokowi dan Wapres Ma’ruf Amin yang dipersilakan untuk beristirahat di mimbar kehormatan.
Sebelum duduk, Jokowi sempat bersalaman dengan beberapa tokoh, seperti Jusuf Kalla dan Boediono. Namun, ketika ia melewati Try Sutrisno yang duduk bersebelahan dengan Boediono, hal ini menjadi perhatian.
Meskipun Jenderal Sutrisno berusaha untuk berdiri dan bersalaman, Jokowi justru melewatinya dan melanjutkan ke Sinta Nuriyah, istri Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid.
Baca Juga: Silaturahmi Kebangsaan BNPT RI: Penguatan Persaudaraan dan Toleransi di Solo Raya
Reaksi dari kejadian ini beragam. Banyak netizen yang mempertanyakan sikap Jokowi, sementara sebagian lainnya membela tindakan presiden dengan argumen bahwa protokol acara mungkin menjadi penyebabnya.
Namun, ketidaksengajaan dalam situasi formal ini tetap menciptakan riak di kalangan publik, terutama mengingat latar belakang Try Sutrisno yang memiliki karier panjang di militer dan politik Indonesia.
Mengenal Jenderal (Purn) Try Sutrisno
Jenderal (Purn) TNI Try Sutrisno adalah sosok berpengaruh yang menjabat sebagai Wakil Presiden ke-6 Republik Indonesia pada periode 1993–1998.
Ia Lahir di Surabaya pada 15 November 1935, ia berasal dari latar belakang sederhana. Sejak muda, Try sudah berkontribusi dalam perjuangan kemerdekaan.
Baca Lagi: Mewujudkan Keamanan di Peparnas XVII: BNPT Ajak Masyarakat Tingkatkan Kewaspadaan
Karier militernya dimulai dengan keterlibatan dalam penumpasan Pemberontakan PRRI di Sumatra pada tahun 1957. Sejak itu, ia terus menanjak, menjabat sebagai Panglima di beberapa daerah sebelum akhirnya diangkat menjadi Panglima ABRI pada tahun 1988.
Dalam posisinya, ia dihadapkan pada berbagai tantangan, termasuk konflik di Aceh dan Timor Timur.
Pada tahun 1993, Try Sutrisno dipilih untuk mendampingi Soeharto sebagai Wakil Presiden, menandai peralihan dari karier militernya ke ranah politik.
Meskipun menjabat di tengah ketegangan politik, ia tetap menjadi figur penting dalam sejarah Indonesia hingga akhir masa jabatannya pada 1998.
Dampak dari Insiden
Ketidakdisiplinan Presiden Jokowi dalam menyalami Jenderal TNI (Purn) H Try Sutrisno menimbulkan berbagai spekulasi dan reaksi dari masyarakat.
Banyak yang mempertanyakan etika dan sikap pemimpin negara terhadap tokoh-tokoh militer yang telah berkontribusi besar bagi bangsa.
Insiden ini juga mencerminkan dinamika hubungan antara generasi pemimpin yang lebih muda dan yang lebih tua di Indonesia.
Dengan latar belakang yang kaya dan pengalaman yang mendalam, Try Sutrisno tetap menjadi sosok yang dihormati dalam sejarah bangsa.
Peristiwa ini mengingatkan akan pentingnya saling menghargai dan menghormati kontribusi setiap individu dalam perjalanan bangsa.
Momen ini menjadi refleksi bagi publik tentang pentingnya menghargai jasa-jasa para tokoh, terlepas dari konteks atau situasi yang ada.
Dengan demikian, perayaan HUT TNI ke-79 tidak hanya menjadi ajang perayaan, tetapi juga menyentuh berbagai aspek sosial dan politik yang berkembang di masyarakat.