Penarikan Pasukan Israel dari Rafah

JAKARTA – Konflik berkepanjangan antara Israel dan Hamas kembali memasuki babak baru dengan penarikan tentara Israel (IDF) dari pusat kota Rafah, Jalur Gaza.

Dikutip dari situs Al Jazeera, Senin (20/1/2025), Israel kini fokus kembali ke Koridor Philadelphia, daerah yang terletak di perbatasan Mesir dan Jalur Gaza, seiring dengan kesepakatan gencatan senjata yang akan dimulai pada 19 Januari.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, sebelumnya menyatakan meskipun IDF akan memperkuat keberadaannya di Koridor Philadelphia, rencana tersebut kini tampaknya bergeser sejalan dengan mediasi ketiga pihak: Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat.

Gencatan senjata ini bertujuan mengakhiri konflik yang telah mengakibatkan korban cukup tragis, dengan sekitar 46.000 warga Palestina dan 1.500 warga Israel kehilangan nyawa dalam 15 bulan terakhir.

Kesepakatan ini dibagi menjadi tiga tahap, dimulai dengan pembebasan 33 sandera Israel, yang akan diimbangi dengan pengeluaran sekitar seribu tahanan Palestina. Ini merupakan langkah signifikan untuk meredakan ketegangan dan membuka jalur bagi pengiriman bantuan kemanusiaan.

Baca Juga: Gencatan Senjata Israel dan Hamas Mulai Berlaku Hari Ini

Setelah gencatan senjata dimulai, diperkirakan sekitar 600 truk bantuan, termasuk 50 truk berisi bahan bakar, akan masuk ke Gaza setiap harinya, di samping pengiriman berbagai kebutuhan darurat seperti 200.000 tenda dan 60.000 rumah mobil bagi para pengungsi.

Selain itu, Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat sebagai penjamin kesepakatan telah mendirikan pusat koordinasi di Kairo untuk mengawasi implementasi kesepakatan di antara kedua belah pihak. Pusat ini diharapkan dapat mengurangi potensi pelanggaran dan menjaga agar situasi tetap stabil.

Dalam pembicaraan tahap kedua gencatan senjata yang dijadwalkan berlangsung pada hari ke-16 setelah dimulainya kesepakatan, Israel dan Hamas akan membahas kemungkinan berbagi sisa-sisa sandera, gencatan senjata permanen, dan penarikan pasukan Israel sepenuhnya dari Jalur Gaza. Hal ini merupakan harapan untuk melanjutkan dialog yang lebih konstruktif dan mengurangi ketegangan dalam konflik yang telah berlangsung lama.

Tahap ketiga kesepakatan ini akan berfokus pada pertukaran jenazah, rekonstruksi Jalur Gaza, serta penghentian blokade yang telah lama diterapkan. Penggambaran yang lebih kompleks dari kesepakatan ini tidak hanya penting bagi perdamaian di kawasan tersebut, tetapi juga berkontribusi pada stabilitas politik yang lebih luas di Timur Tengah.

Perjanjian tentunya tidak luput dari tantangan, mengingat kesepakatan serupa antara Israel dan Hamas sebelumnya, yang dicapai pada November 2023, hanya bertahan enam hari. Namun, harapan kini ada untuk mencapai pemahaman dan kerja sama yang lebih baik, demi kesejahteraan masyarakat yang terkena dampak konflik.

Keharusan international untuk tetap mengawasi perubahan ini sangat penting. Dukungan dari komunitas global dapat menjadi katalisator bagi pemulihan dan perdamaian langgeng di kawasan yang penuh ketegangan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *