JAKARTA – Menteri Agama, Fachrul Razi, dalam beberapa kesempatan mengatakan, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bakal memulangkan sebanyak 600-an warga negara Indonesia (WNI) yang masuk dalam jaringan teroris pelintas batas atau foreign terrorist fighters (FTF) dari Suriah, atau lebih dikenal bekas simpatisan ISIS.
Menurutnya, 600 WNI yang tergabung dalam ISIS sebagian besar telah membakar paspor Indonesia, agar merasa dekat dengan Tuhan. Hal itu membuat mereka terlantar.
“Di sana dan karena kepentingan kemanusiaan akan dikembalikan ke Indonesia,” ujarnya di Jakarta.
Fachrul menjelaskan, para teroris bisa membuat orang baik menjadi orang jahat hanya dalam waktu 2 jam. Tapi dalam 2 tahun, belum tentu bisa membuat orang jahat menjadi kembali baik. Untuk itu, dirinya mengajak agar masyarakat bisa turut mengawasi mereka.
“Mudah-mudahan mereka bisa kembali menjadi warga negara Indonesia yang baik,” katanya.
Sebelumnya, Menkopolhukam, Mahfud MD, menjelaskan 660 WNI yang masuk dalam jaringan teroris pelintas batas atau foreign terrorist fighters (FTF) dari Suriah, sangat berpotensi untuk kembali ke Indonesia. Namun sangat berpotensi menyebarkan ‘virus’ terorisme di dalam negeri.
“Pertimbangan lainnya dia bisa menjadi virus yang menularkan terorisme,” kata dia.
“Kembalinya para returnees dari Suriah yang saya katakan balik ke Indonesia yang bisa menimbulkan masalah baru dalam penanggulangan terorisme di tanah air,” Mahfud menambahkan.
Ia menegaskan, pemerintah sangat berhati-hati menyikapi hal tersebut, sehingga tak salah langkah. Meski demikian, semua WNI memiliki hak untuk pulang ke Indonesia karena dijamin konstitusi.
Disisi lain, lanjut Mahfud, dikawatirkan bakal menyebarkan virus terorisme di tanah air. Oleh sebab itu, pihaknya tengah mempertimbangkan berbagai upaya agar tak melanggar hukum dan HAM para WNI eks simpatisan ISIS, sekaligus tak membahayakan negara.
“Gimana agar tidak membiarkan virus-virus teror tumbuh di sini, lalu sedang dipertimbangkan caranya agar tidak melanggar hukum dan HAM,” kata dia.
Menurut Mahfud, meski kasus terorisme di Indonesia semakin menurun dari tahun ke tahun. Namun pemerintah melalui polisi dan TNI tak boleh lalai dalam menghadapi terorisme, agar tak semakin bertambah aksinya pada 2020.
“Kalau dari angka kejadian dari tahun ke tahun menurun. Dari 2017 ke 2018 turun, ke 2019 turun. Tapi, kan kita tidak boleh lalai karena sekarang pengembangannya berubah,” katanya.
Mahfud menjelaskan, yang perlu diwaspadai saat ini ialah meningkatnya kecanggihan transaksi keuangan terorisme antarnegara. Berbagai modus digunakan untuk mengirim uang yang akan digunakan dalam rangka aksi terorisme, yakni dengan dalih investasi dan pembangunan gedung.
“Pengiriman uang antar-teroris itu tidak konvensional, (biasanya) dilacak lewat bank, lewat rekening, sekarang udah canggih. Sehingga dibicarakan pola-polanya yang harus dihadapi,” ujar dia.
“Dibawa bermacam, banyak orang, sehingga tidak menyatu, atau dibawa dengan tas, lalu dikumpulkan di sini untuk merakit bom. Lalu mendirikan apa, ” Mahfud melanjutkan.
Oleh karena itu, perlu adanya kerja sama internasional mencegah hal tersebut. Sebab, gerak gerik terorisme saat ini sudah melintasi batas negara di seluruh dunia
“Sekarang sudah sangat cair tuh terorisme, melintasi berbagai batas-batas negara yang sudah tidak lagi secara fisik bisa dihalangi,” katanya.
Sementara Kepala BNPT, Komjen Pol Suhardi Alius, mengaku siap memimpin proses pemulangan WNI eks simpatisan ISIS. Namun, proses pemulangan akan dilakukan jika sudah ada keputusan dari sejumlah kementerian dan lembaga terkait.
“Keputusan politik belum ada, tapi kami sudah mulai melihat, mengiventarisasi dan kiami akan keluarkan semacam saran-saran, di mana BNPT akan leading dalam masalah ini (pemulangan WNI),” ujarnya.
Pihaknya juga mengusulkan agar dilakukan proses assessment terhadap WNI eks ISIS ketika masih berada di Suriah atau sebelum dipulangkan ke Indonesia. Hal itu guna mengidentifikasi penyebab WNI tersebut bergabung dengan ISIS dan sudah sejauh mana tingkat pemahaman mereka.
“Saya berinisiasi, ini belum ambil keputusan, tapi assesment ada di sana (di Suriah), jangan di sini, supaya kita tau persis situasinya,” katanya.
Senada, Dirjen Pencegahan BNPT, Brigjen Pol Hamli, menambahkan bakal berkoordinasi dengan Kementerian Sosial dan Kementerian Agama. “Kami akan kerja sama dengan berbagai pihak, terutama Kemensos, karena yang punya tempat itu Kemensos, yang nanti akan menampung, kemudian kementerian agama,” katanya di Jakarta, Kamis (20/6/2019).
Tak hanya Kemensos dan Kemenag, pihak akademisi juga bakal dilibatkan, karena ada hal yang harus dibenahi terkait psikologis maupun ideologi. Sebab ia memprediksi para simpatisan ISIS yang kembali ke masyarakat bakal mengalami marginalisasi. Oleh sebab itu, bakal bekerja sama dengan pihak berwajib di tempat domisili simpatisan ISIS berasal.
“Nanti ketika pulang harus kita lakukan upaya agar mereka bisa mandiri,” kata dia. [Fan]