JAKARTA – Program deradikalisasi ala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terhadap para teroris bukan hal yang mudah. Sebab dengan cara berpikir yang sudah radikal, para teroris tak cukup dideradikalisasi dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu, BNPT tak dapat melakukan deradikalisasi sendiri.
“Itu program deradikalisasi satu bulan. Pertanyaan besarnya adalah orang menjadi radikal kan bukan hitungan bulan. Bisa tahun, lintas generasi, terpengaruh, dan sebagainya. Siapa yang jamin juga itu satu bulan (bisa jadi) baik. Program deradikalisasi itu kami melibatkan semuanya stakeholder. Kami tidak bisa kerja sendiri,” ujar Kepala BNPT, Komjen Pol Suhardi Alius di Jakarta, Jumat (7/2/2020).
Oleh karena itu, ia berharap organisasi masyarakat (ormas) Islam turut membantu pihaknya mederadikalisasi pada teroris. Disamping, peran serta masyarakat.
“Kami juga bergantung sama yang lain. Kami bergantung sama Muhammadiyah, sama NU, sama ormas-ormas, termasuk psikolog. Nggak bisa kami tanpa bantuan masyarakat pada umumnya. Termasuk mereka yang akan kami deradikalisasi,” katanya.
Menurut Suhardi, dari pengalaman yang ada teroris menjalani deradikaliasi secara sukarela. Bahkan tergantung pada levelnya.
“Sekarang hasil pengalaman kami, semua teroris yang ada di dalam lapas itu mendapatkan program deradikalisasi. Itu pun sukarela. Dan beda-beda, kita klasterkan apakah dia masuk hardcore, militan, suporter, atau simpatisasi,” ujar Suhardi.
Karena itu, dengan level yang berbeda maka treatment alias penanggulangannya pun berbeda-beda pula. “Treatment-nya beda-beda, ulamanya pun beda-beda yang kita kirim. Jadi, bukan BNPT sendiri yang melaksanakan deradikalisasi itu. Ini persepsi yang harus diluruskan. Kami bergantung semua. Kami hanya koordinatornya. Ada tim asessesmennya,” kata dia.