JAKARTA – Pemerintah dengan tegas menolak memulangkan ratusan warga negara Indonesia (WNI) eks simpatisan ISIS yang berada di Suriah dan Turki. Karena itu, peneliti terorisme, Ridlwan Habib, mengatakan agar pemerintah mewaspadai adanya potensi balas dendam atas keputusan tersebut.
“Pemerintah harus waspada terhadap kemungkinan balas dendam oleh simpatisan ISIS di dalam negeri,” ujarnya di Jakarta, Rabu (12/2/
Menurut Ridlwan, keputusan Pemerintah sudah tepat. Meski demikian harus berhati-hati terhadap jaringan dari sel-sel ISIS yang ada di Indonesia, sebab masih tumbuh subur.
“Jejaring ISIS masih ada di Indonesia, sel-sel tidurnya masih banyak. Polri dan komunitas intelijen harus waspada jika keputusan itu menimbulkan keinginan balas dendam,” kata dia.
Ridlwan menambahkan, aksi jaringan ISIS kerap dilakukan, semisal jengkel atau marah dengan atas putusan itu, bisa saja melakukan serangan ke kantor pemerintah.
Bakal muncul kritikan terutama oleh kelompok oposisi yang sudah bersikap setuju terhadap rencana pemulangan, contohnya Politisi PKS, Mardani Ali Sera dan Politisi Gerindra, Fadli Zon yang sejak awal setuju atas wacana pemulangan ratusan WNI eks ISIS itu.
Kemudian, kata dia ada lagi kemungkinan risiko lainnya seperti gugatan hukum yang muncul dari keluarga eks ISIS di Indonesia
“Bisa saja akan memicu class action terhadap pemerintah dengan alasan negara mengabaikan hak asasi warganya di luar negeri. Gugatan itu bisa saja muncul dari pihak keluarganya di Indonesia,” katanya.
Ia juga meminta Pemerintah waspada terhadap pintu-pintu masuk imigrasi. Apabila otoritas Kurdi jadi membubarkan kamp pengungsian di Suriah.
“Waspadai pintu pintu masuk imigrasi kita. Terutama, jalan-jalan tikus, karena kalau bisa merembes masuk tanpa diketahui, akan sangat berbahaya,” ujarnya.
Sebelumnya, Menkopolhukam, Mahfud MD, mengatakan dari hasil rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi), pemerintah memutuskan tidak memulangkan eks WNI yang telah bergabung dengan ISIS atau yang terlibat jaringan teroris lainnya di luar negeri.
Ia menegaskan, keputusan tersebut dilakukan setelah mempertimbangkan keamanan bagi 267 juta penduduk di Indonesia. “Pemerintah tidak ada rencana memulangkan teroris, bahkan tidak akan memulangkan foreign terrorist fighter (FTF) ke Indonesia,” ujarnya di Jakarta, Selasa (11/2/2020).
Menurut Mahfud, data terbaru terdapat 689 WNI eks ISIS yang tersebar di sejumlah negara, seperti Suriah dan Turki. “Ada 689 WNI yang berada di Suriah dan Turki. Mereka merupakan teroris lintas batas atau FTF,” katanya.
“Keputusan rapat tadi pemerintah dan negara harus memberi rasa aman dari teroris dan virus-virus baru, terhadap 267 juta rakyat Indonesia karena kalau FTF pulang itu bisa menjadi virus baru yang membuat rakyat yang 267 juta merasa tidak aman,” Mahfud menambahkan.
Ia menambahkan, pemerintah akan mendata kembali jumlah seluruhnya eks WNI yang menjadi kombatan ISIS. Meski menolak, kemungkinan pemerintah bakal membawa pulan anak-anak di bawah usia 10 tahun.
“Tapi case by case. Ya, lihat aja apakah ada orang tuanya atau tidak, (berstatus) yatim piatu,” ujar dia.