JAKARTA – Presiden Venezuela, Nicolás Maduro Moros, beberapa waktu lalu mengumumkan untuk meminta bantuan kepada seluruh dunia, di tengah munculnya ketegangan terhadap Amerika Serikat (AS). Sebagai upaya AS untuk menangkapnya atas tuduhan perdagangan narkoba.
Melalui Tweeternya, Nicolas Maduro memerintahkan mobilisasi artileri di daerah-daerah strategis negara itu, untuk melindungi keamanan rakyat Venezuela biasa.
“Saya mencela keberadaan kelompok-kelompok yang dibiayai dari Kolombia dan AS, yang berupaya merusak stabilitas tanah air (kami) dengan tindakan kekerasan,” tulisnya dikutip Sputnik, Minggu (6/4/2020).
Pernyataan itu muncul setelah Maduro menyampaikan hal tersebut dalam pertemuan tingkat menteri. “Mereka dapat mengambil keuntungan dari pandemi (coronavirus) dan karantina untuk melakukan tindakan teroris dan kudeta,” kata dia.
Mobilisasi artileri, lanjut Maduro, dilakukan dalam kerangka latihan Perisai Bolivarian 2020 yang berlangsung sejak pertengahan Februari. Hal tersebut untuk dipersiapkan bagi perjuangan perdamaian.
Sebelumnya, Presiden AS, Donald Trump, mengumumkan bahwa militer AS akan mengerahkan kapal laut dan pesawat ke Karibia, sebagai bagian dari operasi anti narkotika.
“Kita tidak boleh membiarkan kartel narkoba mengeksploitasi pandemi (COVID-19) untuk mengancam kehidupan Amerika. Bekerja sama dengan 22 negara mitra, Komando Selatan AS akan meningkatkan pengawasan, gangguan, dan penyitaan pengiriman obat-obatan terlarang dan memberikan dukungan tambahan untuk upaya pemberantasan yang sedang berlangsung saat ini dengan kecepatan yang tinggi,” kata Trump.
“Kami berperang dengan COVID-19, kami berperang dengan teroris, dan kami juga berperang dengan kartel narkoba,” Trump melanjutkan.
Jaksa Agung Amerika Serikat, William Barr, juga angkat bicara. Menurutnya, Departemen Kehakiman (DOJ) telah membawa tuduhan “terorisme narco” terhadap Maduro dan lima pejabat senior dalam pemerintahannya, termasuk menteri pertahanan Venezuela dan ketua pengadilan agung.
DOJ juga menawarkan serangkaian hadiah untuk informasi tentang para pejabat, termasuk 15 juta dolar AS untuk Maduro sendiri.
Perkembangan itu terjadi di tengah-tengah ketegangan yang sedang berlangsung antara AS dan Venezuela, yang semakin diperburuk setelah Washington mengakui pemimpin oposisi Juan Guaido sebagai presiden negara Amerika Latin, terlepas dari pemungutan suara pada 2018 lalu yang membuat Maduro terpilih kembali untuk masa jabatan baru. Sementara sejumlah negara-negara Barat juga mendukung Guaido.
Maduro mengecam presiden gadungan sebagai “boneka AS”. Beberapa negara seperti Rusia, Cina, Turki, dan sejumlah negara lain mendukung Maduro sebagai satu-satunya presiden sah Venezuela.