Gubernur Lemhannas: Pelibatan TNI Berantas Terorisme, Rawan Tumpang Tindih Peran

Nasional7 Dilihat

JAKARTA – Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme terus mendapat kritikan. Setelah sejumlah lembaga, kini Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Letnan Jenderal (Purn) Agus Widjojo, mengkritik hal tersebut.

“Penerbitan perpres dalam peran TNI untuk menangani terorisme akan rawan dengan tumpang-tindih peran antara berbagai lembaga, seperti TNI, Polri, BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), dan Densus 88, dan lain-lain,” ujar Agus di Jakarta, Jumat (15/5/2020).

Menurut Agus, upaya penanganan terorisme di Tanah Air selama ini merupakan tugas Polri dalam fungsi utamanya sebagai criminal justice system atau penegak hukum. Oleh karena itu, jika mencari peran TNI di dalam upaya melawan teroris, hendaknya menggunakan cara pandang tertentu.

“Karena nanti akan menjadi rancu, muncul istilah-istilah yang sebetulnya istilah-istilah tersebut adalah khas operasi TNI yang tidak berlaku dalam criminal justice system,” katanya.

Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, lanjut Agus, TNI memiliki peran sebagai pelaksana utama fungsi Pertahanan Nasional. Dimana pertahanan yang dimaksud adalah yang disiapkan untuk menjaga keutuhan wilayah apabila ada serangan dari luar negeri.

“Yang ingin saya sampaikan di sini adalah pertahanan itu (nasional) pada dasarnya diartikan sebagai pertahanan untuk menghadapi ancaman militer dari luar negeri. Mengapa? Karena tugasnya adalah untuk mempertahankan kedaulatan dan keutuhan wilayah,” kata dia.

Meski demikian, bukan berarti Indonesia tidak memiliki ancaman kedaulatan dari dalam negeri yang pada dasarnya merupakan tindakan pelanggaran hukum, di mana tentara tidak didesain untuk melakukan penegakan hukum tersebut.

“Kalau kita bertanya apakah tidak ada ancaman kedaulatan dari dalam, maka orang yang menganut paham bahwa pertahanan itu defense dia akan bertanya loh, Anda kan punya sistem hukum? Setiap ancaman yang datang dari dalam pada dasarnya awalnya itu adalah tindakan pelanggaran hukum. Tindakkum berdasarkan penegakan hukum. Sehingga dengan demikian tentara itu tidak pernah didesain untuk menjadi penegak hukum,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *