JAKARTA – Teroris di zona eskalasi Idlib, Suriah tampaknya telah beralih ke senapan sniper sebagai senjata pilihan mereka. Hal itu diketahui dari hasil analisis Dokter di Aleppo Suriah yang telah merawat sejumlah orang terluka yang menjadi sasaran tembakan senapan sniper.
“Sekitar 90% dari mereka dirawat di rumah sakit dengan luka yang disebabkan oleh senjata mati,” kata kepala dokter di departemen untuk luka perang Suriah, Abdurhamid il-Aga yang dirilis TASS, Kamis (4/6/2020).
“Ketika gencatan senjata dimulai, kami pikir akan ada lebih sedikit orang yang terluka. Tapi ini tidak sama sekali. Kami memiliki hampir 80 orang yang terluka dalam kondisi yang sangat serius. Dan 25 orang meninggal. Sebagian besar luka disebabkan oleh senapan sniper,” Abdurhamid menambahkan.
Rusia dan Turki sepakat untuk memperkenalkan gencatan senjata pada bulan Maret dan serangkaian tindakan lain yang bertujuan untuk mengatasi krisis di Idlib.
Nino Anas, seorang ahli bedah saraf, mengatakan cedera kepala disebabkan dalam banyak kasus karena penembakan dari senapan sniper.
“Rupanya, musuh telah memperoleh senjata baru, yang dapat menyerang dari jarak 2 km,” ujarnya.
“Bahkan jika mereka yang cedera kepala bisa bertahan hidup, mereka akan tetap cacat,” Anas melanjutkan.
Sebelumnya, pada Rabu (3/6/2020), sebuah video yang tidak diverifikasi beredar di Twitter menunjukkan pasukan GNA yang didukung Turki menyerang pasukan Tentara Nasional Libya (LNA) yang dipimpin panglima perang Khalifa Haftar, dengan Barrett M82A1 buatan AS (standar militer AS sebagai M107).