Pancasila, Jalan Tengah Semua Ideologi yang Berbeda

Nasional3 Dilihat

JAKARTA – Indonesia sejatinya adalah negara yang plural berdasarkan ideologi Pancasila. Namun, dalam sejarahnya kerap ada ideologi impor dan transnasional diinfiltrasi untuk menggoyahkan pilar bernegara, mulai dari liberalisme, komunisme hingga khilafah.

Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Hamdan Zoelva, mengatakan Indonesia adalah negara yang plural, terdiri dari berbagai agama, suku, dan etnik yang berbeda-beda. Karena perbedaan-perbedaan itu, maka untuk mempersatukannya para fouding fathers telah menyepakati Pancasila sebagai dasar negara dan telah diterima semua pihak.
Ini

Menurut Hamdan, setiap penyimpangan dari falsafah bangsa pasti akan ditolak. Karena sejarah sudah membuktikan  bahwa Pancasila bakal selalu mengambil jalan tengah.

“Jadi Pancasila itu mengambil jalan tengah dari semuanya. Ide-ide sosialisme ada dalam Pancasila, ide-ide kemanusian yang hak asasi yang liberal ada dalam Pancasila. Tapi ide sosialisme yang materialism anti Tuhan, itu tidak boleh. Karena dia dibatasi oleh sila pertama,Ketuhanan Yang Maha Esa,” katanya.

Terkait ide Khilafah dan Negara Islam, lanjut Hamdan, hal tersebut sebenarnya sudah final. Karena dalam negara yang berdasarkan Pancasila, tidak sedikitpun hambatan untuk melaksanakan ajaran dan syariat Islam.

Karena itu, perundang-undangan Indonesia sangat diwarnai ajaran dan syariat Islam. Bahkan tidak sedikit pun pembatasan untuk menegakkan ajaran Islam di Tanah Air. Karena ada ruang kebebasan untuk berdialog dan bermusyawarah untuk memasukkan itu dalam perundang-undangan.

Ia mencontohkan, negara Madinah yang  dibangun oleh Nabi Muhammad SAW, nilai-nilai kebersamaan itulah yang diutamakan, tidak saling bermusuhan. Hal itu jugalah yang dimuat dalam nilai-nilai Pancasila.

“Jadi kalau kita lihat perspektif sejarah Islam seperti di negara Madinah yang dibangun oleh Nabi Muhammad itu sama saja dengan Indonesia ini. Piagam Madinah seperti halnya Pancasila,” kata dia.

Bagi Hamdan, mereka yang berpaham mengganti dasar falsafah negara dengan model Khilafah adalah memiliki pemahaman agama yang sempit. Karena memahami hanya dari segi beberapa bagian ajaran agama yang tentunya bisa salah dalam menafsirkannya.

“Orang-orang ini beranggapan bahwa model Khilafah akan memberikan keselamatan dan kebaikan. Tentu hal itu tidak mungkin, karena model Khilafah ini sudah tidak ada lagi. Dengan merdekannya berbagai bangsa Arab pada abad 20 dalam bentuk negara-negara nasional maka gugur ide itu,” ujar dia.

Oleh karena itu, menghidupkan Khilafah dalam kondisi seperti ini tentunya dapat membuat perang baru. Karenanya pemerintah harus terus-menerus mensosialisasikan bahwa negeri ini adalah negeri yang memberikan ruang.

“Karena sebenarnya inikan ada kekecewaan bahwa seperti tidak terakomodir di negeri ini, sehingga hendak membentuk suatu negara,” ujarnya.

Disamping itu, perlu ada kesadaran penuh semua tokoh, bahwa Pancasila merupakan kesepakatan bersama para founding fathers. Apapun problemnya harus bisa diselesaikan dengan cara bermusyawarah sebagai satu keluarga besar maupun sebagai sebuah rumah di Indonesia ini yang aturan-aturan pokoknya sudah ada.

“Saya kira itulah prinsip dasar yang harus selalu kita pegang teguh. Dan para tokoh ini harus berpegang teguh bahwa  kita berada dalam satu rumah bersama yaitu rumah Indonesia. Dan kalaupun ada hal-hal yang berbeda, maka kita bermusyawarah, berdialog sebagai satu keluarga besar. Karena tanpa kebersamaan, maka kita akan terkalahkan oleh bangsa-bangsa lain dalam pertarungan dunia,” kata dia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *