Konflik Tak Semata-mata Urusan Agama, Tegas MUI

Nasional4 Dilihat

JAKARTA – konflik banyak terjadi ketika berkenaan dengan pemaksaan untuk mendapat kekuasaan. Acapkali yang paling mudah menjadi sumbu pendeknya atau yang paling mudah untuk menjadi bahan bakarnya adalah atas dasar agama.

Hal itu dikatakan Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammad Cholil Nafis, di Jakarta, Jumat (24/7/2020).

Oleh karena itu, agama harus dikembalikan sebagai spirit membangun nilai peradaban dan kebaikan umat manusia. Bukan mengimpor konflik-konflik yang ada di luar negeri ke Indonesia.

“Konflik tidak semata-mata persoalan agama, tapi karena lebih dulu ada persoalan perebutan kekuasaan,” kata dia.
 
Umat beragama sebenarnya dianjurkan untuk mencintai tanah airnya. Ia menambahkan, bahkan ketika Rasulullah Nabi Muhamad  SAW datang dari Mekkah ke Madinah, menyebutkan tentang betapa rindunya terhadap tanah kelahirannya.

“Rasulullah mengatakan ‘kalau tidak karena terpaksa aku dikeluarkan dari Mekkah, aku takkan pernah hijrah ke Madinah’. Hal ini menunjukkan betapa Rasul cinta terhadap tanah airnya,” uja dia.

Menurutnya, harus ada spirit ‘ukhuwah bainal-muslimin’ atau persaudaraan sesama umat Islam. Ukhuwah ini berdasarkan akidah keyakinan dari keagamaan. Berikutnya semangat ‘Hubbul Wathon’ dan Ukhuwah Wathoniyah adalah tentang persaudaraan karena sebangsa setanah air.

“Bahwa kita punya ikatan yang sama mendirikan negara ini, adalah Mitsaq, Darul Ahdi, dan ikatan-ikatan kesepakatan untuk ber-NKRI,” katanya.

Dengan adanya persaudaraan karena seagama dan sebangsa, maka bertekad pada saat meraih kemerdekaan untuk mengisi dengan nilai-nilai agama untuk bangsa.

“Jangan dibalik, spirit konflik dan permusuhan didasarkan atas perbedaan agama. Tidak seperti itu. Oleh karena itu mari kita teladani para founding fathers kita pada saat mendirikan negara dan bangsa ini,” ujar dia.

Bagi umat Islam, lanjut Cholil Nafis, bisa meniru seperti apa yang ada pada Konstitusi Madinah, yakni “Innahum ummatan wahidatan min duuni al­naas”. Dimana semua adalah umat yang satu, tanpa membeda-bedakan ras, suku dan agamanya.

Disamping itu, ia juga mengimbau para tokoh agama, khususnya para ulama di Indonesia kembali pada fungsinya, yakni memberi pengajaran agama kepada masyarakat.

“Untuk itu berikan pemahaman yang utuh kepada masyarakat tentang agama adalah membawa kedamaian. Dimana para ulama juga harus bisa menyampaikan misi-misi kenabian secara komprehensif tentang agama itu,” kata dia.
 
Ia mengaku, adanya gugus tugas pemuka agama yang diinisiasi oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) diharapkan dapat menyampaikan kepada umat, bahwa agama tidak mengajarkan aksi- aksi yang merugikan banyak orang seperti bom bunuh diri atau kekerasan atas nama agama.

“Gugus tugas bentukan  BNPT, dapat dijadikan ladang oleh para pemuka agama untuk berdakwah,” ujar Cholil.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *