Peraturan Kompensasi Korban Terorisme Disahkan, BNPT Bersama LPSK Susun Stategi

Nasional7 Dilihat

JAKARTA – Pasca disahkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2020 terkait pemberian kompensasi, restitusi, dan bantuan kepada saksi dan korban atas aksi terorisme, kini Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) bersama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyusun strategi implementasi peraturan tersebut.

“Kami menyadari, untuk melaksanakan PP Nomor 35 Tahun 2020, LPSK dan BNPT tentu tidak bisa menjalankan peran ini secara sendirian atau berdua saja,” ujar Ketua LPSK, Hasto Atmojo, di Jakarta, Selasa (4/8/2020).

Agar PP Nomor 35 Tahun 2020 berhasil diimplementasikan, lanjut Hasto, diperlukan sinergi, koordinasi dan kolabarasi dengan kementerian atau lembaga terkait yang relevan dengan aktivitas pemenuhan hak korban terorisme.

“Bukan hanya pemberian kompensasi, melainkan juga pemenuhan hak rehabilitasi medis, psikologis mau pun rehabilitasi psikososial kepada korban,” katanya.

Pemenuhan hak rehabilitasi psikososial terbuka untuk sejumlah kementerian/lembaga yang ingin berperan, seperti Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Bahkan bisa juga pemerintah daerah.

Oleh sebab itu, pihaknya menginginkan agar PP tersebut berjalan dengan baik, lantaran korban terorisme masa lalu selama ini belum merasakan perhatian memadai dari pemerintah.

Sementara Deputi Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT, Hendri Paruhuman Lubis, mengakui pasca terbitnya PP tersebut banyak tugas berat yang akan menanti, seperti memastikan semua korban ataupun ahli waris korban mendapat informasi yang jelas dan utuh tentang keberadaan aturan itu.

“LPSK dan BNPT juga harus melakukan sinkronisasi dan pemutakhiran data korban terorisme masa lalu selain juga memastikan pengajuan berkas permohonan kompensasi oleh korban/ahli waris korban masuk ke LPSK sebelum tanggal 22 Juni 2021,” ujarnya.

Pelaksanaan PP Nomor 35 Tahun 2020 disebutnya terus berkejaran dengan waktu, sehingga penerbitan PP yang sedikit terlambat ini perlu dijawab dengan kolaborasi yang apik dari seluruh pemangku kepentingan.

Karena itu, pihaknya akan memaksimalkan fungsi koordinasi yang dilekatkan pada lembaganya sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 2018. Bahkan telah menyusun Standar Operasional Prosedur Pelaksanaan Koordinasi Program Pemulihan bagi Korban Terorisme yang di dalamnya mencakup panduan peran sejumlah kementerian/lembaga dalam rangka pemulihan korban.

Dimana dalam pembahasan implementasi peraturan tersebut, melibatkan Kementerian Koordinator Bidang PMK, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Kantor Staf Presiden, dan Densus Antiteror 88.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *