JAKARTA – Indonesia menyerukan pentingnya membangun sistem penegakan hukum yang terkait, antara kejahatan terorisme dan kejahatan terorganisir. Apalagi menjadi fenomena baru yang sangat berbahaya, terutama di masa pandemi Covid-19.
Hal tersebut diungkapkan Menteri Luar Negeri (Menlu), Retno Marsudi saat memimpin Rapat Dewan Keamanan (DK) PBB yang digelar secara virtual.
Dalam kesempatan tersebut, Retno menyampaikan beberapa usulan. Pertama, pentingnya menyesuaikan kebijakan dalam menangani keterkaitan antara terorisme dan kejahatan terorganisir yang selama ini diambil.
“Upaya yang selama ini berjalan sendiri-sendiri dalam mengatasi kejahatan terorisme dan kejahatan terorganisir harus diubah. Sinergi antara aparat penegak hukum harus dilakukan,” ujarnya, Sabtu (8/8/2020).
Kedua, memperkuat infrastruktur dan institusi hukum nasional dalam mengatasi nexus atau keterkaitan kedua kejahatan terhadap. Disamping kapasitas penegak hukum dalam mengatasi fenomena keterkaitan ini juga harus ditingkatkan.
“Selama ini Pusat Kerja Sama Penegak Hukum Jakarta (JCLEC) telah aktif membangun kapasitas penegak hukum bagi lebih dari 100 negara di bidang penanggulangan terorisme dan kejahatan terorganisir,” kata dia.
“Ke depan, kita akan pastikan agar isu keterkaitan terorisme dengan kejahatan terorganisir menjadi bagian dari program JCLEC,” Retno menambahkan.
Ketiga, memperkuat mekanisme kawasan dalam merespons fenomena nexus. Sehingga sinergi antara organisasi kawasan dan internasional menjadi sebuah keniscayaan dalam mengatasi. Contoh ASEAN yang telah memiliki platform dalam membahas dua kejahatan ini sekaligus.