JAKARTA – Insiden penyerangan Markas Polsek Ciracas, Jakarta Timur, Sabtu (29/8/2020) yang diduga dilakukan oleh oknum anggota TNI. Membuat Setara Institute meminta Presiden Joko Widodo turun tangan. Bahkan menyebut agar keterlibatan TNI dalam penanganan terorisme dibatalkan.
“Tidak ada pilihan lain bagi aparat hukum untuk mengusut tuntas kekerasan dan kebiadaban itu, termasuk kemungkinan meminta pertanggungjawaban oknum TNI jika terlibat,” ujar Ketua Setara Institute, Hendardi, di Jakarta, Minggu (30/8/2020).
Dugaan keterlibatan anggota militer dalam insiden itu, lanjut Hendardi, tak lepas dari perlakuan istimewa negara kepada TNI. Ia pun menuntut Presiden Jokowi mendorong kemajuan reformasi TNI.
“Presiden Jokowi dituntut untuk kembali mendorong gerbong reformasi TNI yang menunjukkan arus balik, termasuk membatalkan rencana pengesahan Perpres Tugas TNI dalam menangani aksi Terorisme dan memprakarsai revisi UU 31/1997 tentang Peradilan Militer dengan agenda utama memastikan kesetaraan di muka hukum,” katanya.
Pada revisi UU Peradilan Militer, kata Hendardi, anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum harus diadili di peradilan umum, bukan peradilan militer.
Senada, Direktur Imparsial, Al Araf, menambahkan mereka yang terlibat kekerasan dan tindakan melawan hukum harus di proses hukum peradilan.
“Ini agar ada penghukuman kepada mereka. Sehingga menjadi bagian efek jera kepada yang lain untuk tidak melakukan tindakan serupa,” ujar dia.
Sebelumnya, Markas Polsek Ciracas, Jakarta Timur diserang sekitar ratusan orang tak dikenal pada Sabtu (29/8/2020) dini hari.
Diketahui, Perpres Terorisme membuka jalan lebih lebar pada keterlibatan TNI dalam penanganan terorisme. Sejumlah kelompok masyarakat sipil menilai hal ini rawan pelanggaran HAM, mengingat penanganan teroris mestinya berada di jalur penegakan hukum, bukan aksi militer.