GARDANASIONAL, SOLO – Dari tahun 2005 hingga saat ini, tercatat 200 mantan napi terorisme ternyata kembali melakukan aksi serupa. Karenanya perlu upaya pemerintah dan lembaga terkait untuk menggapi hal tersebut.
“Mantan napi terorisme penting mendapat perhatian, bila kita tak ingin mereka kembali mengulangi perbuatannya,” ujar pengamat terorisme Yayasan Prasasti Perdamaian, Taufik Andrie di Solo, Senin (21/10/2019).
Hingga kini sudah ada sekitar 1.200 mantan narapidana (napi) terorisme. Karenanya eks napiter butuh ruang sosial baru, sehingga tak melakukan kembali aksi lamanya.
“Perlu peran berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah dan juga masyarakat,” imbuhnya.
Ia menilai, yang terpenting adalah tidak mengucilkan. “Ketika mereka dikucilkan, justru akan rentan kembali terjerumus ke jaringan terorisme,” katanya.
Di negara-negara Eropa, terutama Skandinavia, para napi terorisme dilatih dengan berbagai skil. Hal itu dilakukan sebagai bekal mencari nafkah ketika telah habis masa tahanannya. Bahkan diberikan sertifikasi yang juga diakui oleh dunia kerja.
“Di sana, kampus dan swasta turut dalam proses pemberdayaan untuk rehabilitasi dan reintegrasi mantan napi terorisme,” katanya.
Dirinya menilai perlu adanya lembaga ad hoc dari pemerintah, khususnya pemerintah daerah, berisi stakeholder terkait. Agar proses rehabilitasi dan reintegrasi mantan napi terorisme berjalan sebagaimana layaknya.
“Selain pembinaan sosial, kan perlu ada pemberdayaan secara ekonomi. Lembaga ini bisa diterukan keberadaannya atau dihentikan, tergantung penialiaan serta situasi dan kondisi yang ada,” jelasnya.
Hadir dalam kegiatan itu, mantan napi terorisme yang juga , Jack Harun; perwakilan Badan Pemasyarakat (Bapas) Solo, Sutomo; perwakilan Badan Kesbangpol Provinsi Jateng, Atiek Surmiati, serta Staf Ahli Wali Kota Solo, Kamso.
Sementara eks napiter, Jack Harun, mengatakan, untuk menguatkan deradikalisasi serta mempermudah proses rehabilitas dan reintegrasi mantan napi terorisme, perlu dilaksanakan program pembinaan sosial dan pemberdayaan ekonomi. Hal inilah yang coba dilakukan oleh Yayasan Gema Salam, yang didirikannya.
“Yang tak kalah penting adalah program pemberdayaan ekonomi, karena begitu keluar teman-teman ini kan kembali memikul tanggung jawab sebagai ayah, sebagai anak, atau lainnya yang harus menghidupi anak-istri dan keluarga,” terangnya.
Pihaknya hingga kini mewadahi 40-an mantan napi terorisme di seluruh Jawa Tengah. Di mana, 25 di antaranya berasal dari Solo Raya.
“Kemarin-kemarin, kita sempat adakah pelatihan untuk membuat ikan asap juga, dengan menggandeng Undip, itu bagian dari pemberdayaan ekonomi,” tutupnya.