Pemerintah Baiknya Gandeng Ormas Keagamaan Tangkal Virus Radikalisme

Nasional7 Dilihat

JAKARTA – Untuk menanggulangi penyebaran virus radikalisme, pemerintah dapat menggandeng Organisasi Masyarakat (Ormas) keagamaan yang ada. Sebab mensosialisasikan terkait bahaya radikalisme dan terorisme.

Demikian dikatakan Wakil Ketua Pembina Pengurus Pusat Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PP Perti), Anwar Sanusi, di Jakarta, Sabtu (5/9/2020).

”Kalau masalah khilafah itu kita sudah final. Sila-sila dalam Pancasila itu kalau kita mau obyektif, lima-limanya ada dalam Al Quran,” ujarnya.

Sejalan dengan upaya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam melakukan pencegahan atau menangkal virus radikalisme. Karena itu, Ormas keagamaan perlu bekerjasama dengan BNPT mengatasi hal tersebut.

Ia menambahkan, sejak dulu sudah pernah dibahas penggunaan sistem Islam. Tapi Indonesia, terdiri dari berbagai macam suku dan agama sehingga harus dirundingkan. Karenanya pada 1 Juni 1945 muncul istilah Pancasila yang dikemukakan oleh Bung Karno.

”Melalui beberapa kali sidang akhirnya dicapai musyawarah mufakat bahwa Pancasila saat inilah yang sudah final. Maka khilafah tadi tidak usahlah dikemukakan lagi,” kata dia.

Oleh karena itu, ia apresiasi pembentukan gugus tugas pemuka agama yang diinisiasi BNPT. Sebab mampu memberikan penjelasan dan juga tanya jawab terkai radikalisme dan terorisme kepada masyarakat.

”Contohnya dulu pernah terjadi, ketika Lembaga Persatuan Ormas Islam (LPOI) mengadakan seminar, waktu itu kan HTI belum resmi dibubarkan, ketika Indonesia Raya mereka-mereka ini lalu keluar. Saya sudah bilang, hati-hati kita sebagai warga Indonesia harus patuh pada UU karena anda itu kan berada di indonesia,” ujarnya.

Soal radikal terorisme, menurut Anwar, bukan hanya orang islam, kalau lebih luasnya, tidak ada satupun ajaran agama yang benar-benar sesuai dengan syariatnya yang mengajarkan tetang hal itu.

Ia juga meminta generasi muda untuk diberikan pemahaman . Sehingga apa yang dirintis oleh para pendahulunya bisa dilaksanakan dengan benar.

”Beri mereka kepercayaan, ruang untuk dialog, dan generasi tua harus bisa menerima, jangan merasa paling benar. Kalau melakukan koreksi tentu dengan cara-cara yang sesuai dengan konstitusi, jangan anarkis,” kata dia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *