Ada 74.953 Desa Butuh Mitigasi Radikalisme, Kata Menteri Desa

Nasional8 Dilihat

JAKARTA – Sebanyak 74.953 desa membutuhkan mitigasi radikalisme, untuk mempertahankan kerukunan dan sikap toleran yang selama ini telah terbangun di perdesaan. Upaya menjaga sikap toleran itu akan menjauhkan desa dari paham radikal dan terorisme, Jumat (11/9/2020).

Hal itu dikatakan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar, saat melakukan penandatanganan nota kesepahaman dengan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Boy Rafli Amar di Jakarta, beberapa waktu lalu.

“Di desa kayaknya nggak perlu bicara terorisme. Di desa kita bicara tentang mitigasi, pencegahan, toleransi, kemudian saling menghargai. Karena kalau ini semua terbangun maka tidak akan ada intoleranisasi. Kalau tidak ada intoleranisasi tidak akan ada radikalisme, kalau tidak ada radikalisme tidak mungkin ada terorisme,” ujarnya.

Untuk menangkal paham radikal masuk ke desa, lanjut Halim, telah dilakukan dengan menekankan aspek pembangunan desa yang tidak boleh lepas dari akar budaya desa setempat. Meski demikian, pembangunan juga tidak menutup diri terhadap terobosan-terobosan baru yang lebih baik.

Terkait budaya, warga desa memiliki kebiasaan warisan nenek moyang yang tidak lepas dari asas kekompakan, kebersamaan, dan saling menghargai berbagai karakter sosial.

“Pembangunan desa yang tidak lepas dari akar budaya adalah upaya agar desa mempertahankan tradisi-tradisi bagus. Sebagaimana prinsip yang menjadi pegangan kita yakni mempertahankan tradisi lama yang masih bagus, dan mencari terobosan baru yang lebih baik lagi,” kata dia.

Sementara Kepala BNPT, Komjen Pol Boy Rafli Amar, menjelaskan kejahatan terorisme di Indonesia telah berhasil merekrut generasi muda yang berasal dari desa, dimana umumnya berusia 18-25 tahun.

“Kemungkinan mereka (yang berhasil direkrut) kurang pemahaman, kurang pengetahuan di bidang agamanya. Kemudian ada pihak yang mempengaruhi mindset alam berpikir mereka dan mereka terbawa,” ujarnya.

Oleh karena itu, selain pembangunan dalam bentuk fisik, pembangunan non fisik juga penting dilakukan untuk membangun ketahanan masyarakat desa terhadap paham-paham radikal.

“Pembangunan non fisik tentunya bagaimana masyarakat desa mengerti, memahami tentang bangsanya, ideolgi bangsanya, hal-hal yang berkaitan dengan ideologi negara, dan prinsip cinta tanah air. Seperti prinsip para ulama di Indonesia yakni Hubbul Wathan Minal Iman,” kata dia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *