JAKARTA – Pemerintah Suriah, menuduh Turki sebagai sponsor utama teroris di negaranya. Turki bersalah atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Menteri Luar Negeri Suriah, Walid al-Moallem, mengatakan pemutusan pasokan air membahayakan nyawa warga sipil, terutama selama krisis virus Corona.
“Konflik Suriah sembilan tahun, yang awalnya dimulai sebagai perang saudara, kemudian menjadi pertarungan proxy regional,” ujarnya dalam pidato yang direkam sebelumnya pada pertemuan tingkat tinggi pertama Majelis Umum PBB yang diadakan secara virtual karena pandemi COVID-19, seperti dilansir AFP, Senin (28/9/2020).
Turki, sekarang menguasai zona di Suriah utara, mendukung pejuang oposisi melawan Presiden Suriah, Bashar Assad, pejuang Kurdi Suriah, dan kelompok ekstremis ISIS.
Al-Moallem juga menuduh Turki memindahkan teroris dan tentara bayaran yang oleh beberapa orang disebut sebagai oposisi moderat dari Suriah ke Libya.
Bahkan, melanggar kedaulatan Irak, menggunakan pengungsi sebagai alat tawar-menawar melawan Eropa dan mengajukan klaim dengan paksa kepada sumber energi di Mediterania.
“Rezim Turki saat ini telah menjadi rezim yang nakal dan melanggar hukum internasional,” kata dia.
“Kebijakan dan tindakannya, yang mengancam keamanan dan stabilitas seluruh kawasan, harus dihentikan,” Al-Moallem menambahkan.
Misi Turki di PBB mengatakan pihaknya menolak pernyataan delusi rezim Suriah yang sarat dengan tuduhan menggelikan, secara keseluruhan.
“Sangat memalukan dan tidak dapat diterima bahwa rezim pembunuh yang kehilangan legitimasinya sejak lama terus
menyalahgunakan debat umum Majelis Umum PBB untuk memutarbalikkan fakta,” kata juru bicara misi Turki.
“Rezim Suriah bertanggung jawab atas kematian, mutilasi, penculikan, kelaparan dan penghilangan paksa jutaan warga Suriah,” juru bicara itu menambahkan.
Kejahatannya terhadap kemanusiaan, pelanggaran hukum humaniter internasional, dan kejahatan perang telah didokumentasikan dalam laporan PBB yang tak terhitung jumlahnya.
Al-Moallem menyatakan, pemerintah Suriah tidak akan menyisihkan upaya untuk mengakhiri pendudukan dengan
segala cara yang mungkin di bawah hukum internasional dari pasukan Amerika dan Turki.
“Tindakan pasukan ini, yang dilakukan secara langsung atau melalui agen teroris mereka, milisi separatis, atau entitas yang dibuat dan tidak sah, adalah batal demi hukum, tanpa efek hukum,” katanya.
Al-Moallem, yang juga wakil perdana menteri, mengecam sanksi AS, dengan mengatakan sanksi itu menghalangi pengiriman obat dan peralatan penyelamat jiwa selama pandemi.
Dia menyebut “Undang-Undang Perlindungan Sipil Caesar Suriah yang disahkan oleh Kongres AS sebagai tidak manusiawi untuk mencekik warga Suriah.
Dia mencontohkan, seperti George Floyd dan yang lainnya dicekik dengan kejam di Amerika Serikat, dan seperti Israel mencekik warga Palestina setiap hari.
Al-Moallem menyerukan kepada semua negara yang terkena sanksi sepihak dan yang menolak tindakan tersebut untuk menutup rapat terhadap mereka dan mengurangi dampaknya terhadap rakyat.
Di bidang politik, dia mengatakan pemerintah Suriah berharap sebuah komite yang diberi tanggung jawab menyusun konstitusi baru untuk negara itu akan berhasil.
Namun, katanya, ini hanya mungkin jika tidak ada campur tangan eksternal apapun dalam pekerjaannya dan oleh pihak manapun.