JAKARTA- Di tengah masa pandemi Covid-19, media sosial harusnya diisi dengan konten yang menyejukkan, meneduhkan dan mendamaikan. Karena sangat fatal, jika medsos digunakan untuk menyebar hoax, provokasi, kebencian dan memecah belah masyarakat.
Ketua Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Septiaji Eko Nugroho, mengatakan sejatinya hoax, misinformasi, dan disinformasi hanya akan tumbuh subur ditengah ketidakpercayaan, kecurigaan, dan ketidakrukunan. Oleh sebab itu, bila masyarakatnya rukun, maka secara umum hoax tidak akan mudah beredar.
“Setiap upaya baik literasi digital atau pemberian pemahaman kepada masyarakat, perlu merangkul para tokoh masyarakat. Apalagi kalau terkait isu kerukunan, untuk meredam berbagai isu yang meresahkan di masyarakat,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (26/12/2020).
Menurutnya, media sosial adalah teknologi yang memungkinkan untuk mudah bersosialisasi dengan orang lain, dengan teman ataupun saudara. Tapi yang perlu diingat, sosial media bisa membuat orang-orang menjadi berkelompok yang mengarah kepada homogen.
”Maka ketika sebuah kelompok menjadi sangat homogen, dia akan cenderung menjadi tidak toleran terhadap yang berbeda,” kata dia.
Jika ingin damai dalam bermedia sosial, maka tidak boleh fanatik kepada siapapun yang berpotensi membuat intoleran terhadap yang berbeda.
”Jangan buru-buru menghakimi ketika ada suatu permasalahan, harus dilihat dari berbagai prespektif. Prinsip-prinsip seperti itulah yang haru kita tanamkan kepada diri sendiri dan masyarakat. Sehingga kita akan berhati-hati dalam setiap membuat unggahan atau status di media sosial dengan tidak menghakimi orang lain,” katanya.
Selain itu, salah satu tantangan yang ada di media sosial adalah banyaknya informasi yang sangat mungkin disalahpahami. Misalnya, foto atau tulisan yang tidak lengkap atau sudah di edit lalu di share di aplikasi WhatsApp Grup (WAG) atau media sosial lain. Sehingga masyarakat diminta untuk tidak mudah percaya begitu saja, namun memastikan dulu kebenarannya.
Ia menambahkan, literasi digital harus dibarengi dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk bisa bersikap toleran kepada yang berbeda. Karena menurutnya literasi digital adalah bicara mengenai skill dalam menyaring informasi yang ada saja.