Hijrah, Sebagai Upaya Meninggalkan Kebiadaban Menuju Keberadaban

Nasional2 Dilihat

JAKARTA – Umat Muslim di seluruh dunia baru saja memperingati Tahun Baru 1 Muharram 1443 Hijriyah yang jatuh pada Selasa, 10 Agustus 2021 kemarin. Peringatan Tahun Baru 1 Muharram ini dimaknai peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah. Semangat hijrah yang ingin dicapai tentunya bukan hanya mobilitas fisik melalui perpindahan dari satu tempat ke tempat lain, tetapi transformasi sosial dan kultural umat dari kejelekan, perpecahan, dan konflik menuju kepada kebaikan, persatuan dan harmoni.

“Hijrah itu harus dimaknai sebagai upaya meninggalkan kebiadaban menuju keberadaban yang lebih baik,” ujar Ketua Umum Yayasan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Siti Musdah Mulia, di Jakarta, Jumat (13/8/2021).

Sebagai makhluk terbaik yang diciptakan Allah SWT yakni khilafah di bumi, lanjut Musdah, prinsip hijrah adalah tentang membangun sebuah kehidupan yang berkeadaban yaitu kehidupan dengan ciri-ciri masyarakatnya menghargai sesama manusia.

“Jadi yang ingin kita petik dari makna hijrah ini adalah kemanusiaan. Bagaimana kita memperkuat rasa kemanusiaan kita ditengah kondisi pandemi Covid-19 seperti ini,” kata dia.

Menurut Musdah, rasa kemanusiaan ini bisa terbangun melalui empati, menolong antar sesama dan tidak membeda-bedakan ras, agama, maupun warna kulit. Bahkan dalam konteks Indonesia hal ini tertuang dalam Pancasila yakni sila ke-2 kemanusiaan yang adil dan beradab.

“Di era pandemi seperti ini kita harus mengedepankan kemanusiaan kita, kita membantu siapapun. Dalam kemanusiaan kita adalah satu,” katanya.

Ia mengajak mengkritik aktor politik di Tanah Air yang dalam situasi pandemi Covid-19 malah sudah memulai kampanye, di tengah kondisi masyarakat yang masih sulit. Sebab hal itu sangat bertentangan dengan kemanusiaan.

“Itu memalukan sekali,” tegasnya.

Terkait dengan banyaknya narasi kelompok radikal yang menentang peringatan tahun baru Islam 1 Muharram 1443H dengan dalih bid’ah, Musdah mengutarakan pendapatnya bahwasanya tidak selamanya bid’ah itu buruk, sehingga sangat penting untuk dapat memahmi secara positif makna lain peringatan tahun baru hijriah.

“Sejatinya peringatan 1 Muharram itu adalah upaya untuk mengangkat sejarah perjuangan Rasul Muhammad pada saat hijrah meninggalkan Mekah yang masih penuh dengan jahiliyah kepada kehidupan yang madaniyah, yang lebih baik dan berperikemanusiaan,” ujar dia.

Oleh karena itu, di tengah problem yang menerjang bangsa, ada tiga hal yang harus dilakukan manusia dalam kodratnya sebagai khilafah di bumi. Pertama, manusia harus bisa memimpin diri sendiri agar beradab, mengelola pikiran agar selalu bersih dan selalu positif. Kedua, harus dapat mengelola qolbu sebagai hal yang sangat psikologis yang berhubungan dengan kedekatan seseorang dengan sang pencipta. Ketiga, me-manage syahwat baik seksualitas maupun kekuasaan.

“Setidaknya kita harus jadi khilafah untuk diri sendiri. Inilah gunanya kita diciptakan oleh Tuhan sebagai khilafah, yaitu dapat memberikan manfaat untuk makhluk lainnya, karena kejahatan ataupun kebiadaban itu datangnya dari pikiran dan hati yang kotor,” ujar Musdah.

Terkait peran kaum perempuan dalam konteks hijrah kebangsaan, Musdah menilai peran-peran tersebut akan sulit dilakukan jika para kaum perempuan tidak menyadari bahwa dirinya juga manusia, warga negara, dan manusia merdeka yang punya harkat martabat.

“Jika perempuan sudah menyadari dirinya sebagai manusia yang merdeka maka ia dapat melakukan apapun dan memberdayakan dirinya untuk kemanusiaan sesuai dengan talenta dan bidang kerjanya masing-masing,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *