JAKARTA – Mahasiswa dan para pemuda yang merupakan generasi penerus bangsa diharapkan memiliki kemampuan, keterampilan, dan akhlak mulia untuk menjadi calon pemimpin bangsa agar dapat membawa bangsa ini pada kemajuan dan kesejahteraan.
Namun hal ini tentunya akan sulit dicapai, jika para pemuda tidak memiliki semangat bela negara dan rasa cinta tanah air, sebagaimana para pahlawan bangsa telah memperjuangkan dan mengorbankan diri untuk kemerdekaan bangsa Indonesia. Terlebih dihadapkan permasalahan radikal dan terorisme untuk memecah belah bangsa.
Hal tersebut dikatakan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol R. Ahmad Nurwakhid, di webinar “Ngopi Daring bela Negara : MABA Vs EVERYBODY” yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan (Ditjen Pothan Kemhan) di Jakarta, Selasa (31/8/2021).
Nurwakhid mengatakan, ada tiga strategi kelompok radikal dalam upaya memecah belah bangsa. Pertama,berusaha mengaburkan, menghilangkan, dan menyesatkan sejarah bangsa. Kedua, berupaya menghancurkan budaya dan kearifan lokal yang dimiliki bangsa Indonesia. Ketiga, mengadu domba anak bangsa dengan pandangan intoleransi dan isu SARA melalui media social (medsos) apalagi jika hal tersebut mengatasnamakan agama.
“Kami meyakini radikalisme dan terorisme mengatasnamakan Islam sejatinya adalah proxy, menghancurkan Islam dan menghancurkan NKRI. Seluruh elemen masyarakat termasuk adik-adik generasi muda ini harus mewaspadainya,” kata dia.
Menurutnya, semua teroris berpaham radikal, bersikap intoleran, dan pasti eksklusif. Karena itu, belum tentu seseorang yang terpapar paham radikal menjadi teroris.
“Karena radikalisme terorisme mengatasnamakan Islam dalam konteks di Indonesia khususnya, sejatinya adalah gerakan politik yang memanipulasi agama untuk mengambil kekuasaan dan ingin mengganti ideologi negara dan ideologi atau sistem negara,” katanya.
Untuk itu, ia mengimbau generasi muda untuk berhenti mengikuti ustad atau tokoh yang menyebarkan paham radikal dan intoleran, baik di lingkungan sosial maupun media sosial. Sebab sejatinnya tidak ada tokoh atapun ustad yang mengajarkan kekerasan, mengadu domba, apalagi memprovokasi bahkan melakukan ujaran kebencian.
Disamping itu, meminta para generasi muda untuk selalu ikut berperan serta dalam menangkal radikalisme dan terorisme, dengan cara militan yaitu menangkal sebaran hoax dan propaganda dengan aktif menyebarkan konten persatuan dan toleransi.
“Follow ustad dan tokoh yang moderat, toleran, dan damai serta cinta NKRI dan Pancasila. Sehingga kita semua wajib menjadi buzzer dan influencer bagi perdamaian persatuan, toleransi, dan kebhinekaan dalam keberagamanan,” ujar dia.
Sementara itu, Ditjen Pothan Kemhan RI, Mayjen TNI Dadang Hendrayudha, mengatakan pentingnya peran pemuda khususnya para mahasiswa untuk ikut serta dalam upaya bela negara di tengah banyaknya potensi ancaman bangsa saat ini.
“Narkoba, terorisme, radikalisme, hoax telah menjadi ancaman nyata bangsa saat ini, Sehingga peran yang bisa dilakukan sebagai warga negara salah satunya adalah dengan bela negara,” katanya.
Dalam ksemepatan yang sama Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama (Dirjen Pendis) Kemenag), Muhammad Ali Ramdhani juga menyampaikan paparannya terkait bagaimana peran pendidikan agama dalam upaya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
“Yang menjadi PR kita bersama adalah bagaimana menularkan konsep keagamaan yang menyejukkan dan meneduhkan bagi kehidupan insan manusia,” kata dia.
Narasumber lain yang juga mantan terpidana terorisme, Ali Fauzi, berharap pemerintah dan segenap elemen masyarakat harus mampu membuat vaksin untuk imunitas masyarakat terhadap tantangan bangsa saat ini salah satunya virus radikalisme.
“Tentu harus punya imunitas. Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat harus bisa membuat vaksin radikalisme, kita semua harus paham bahaya radikal dan terorisme,” ujar dia.