YOGYAKARTA – Kearifan lokal yang dimiliki bangsa Indonesia sangatlah kaya, bahkan sulit bagi negara lain menemukan local wisdom-nya sendiri yang sehebat dan sekaya Indonesia. Karena local wisdom sendiri dipercaya dapat membentuk sebuah nilai karakter bangsa.
Sayangnya, bangsa ini masih terhimpit berbagai permasalahan yang terus menerus menjangkiti, seperti virus radikalisme dan intoleransi yang mana keberadaannya tidak luput membawa ideologi-ideologi impor yang berupaya menghilangkan kearifan lokal Indonesia.
Guru Besar bidang Ilmu Filsafat dari Universitas Gadjah Mada (UGM), M. Mukhtasar Syamsuddin, menjelaskan untuk menghadapi kondisi dan menangkal masuknya ideologi transnasional, maka dilakukan melalui kajian logis dan faktual atas Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia.
Kajian tersebut, kata Syamsuddin, difokuskan pada upaya menemukan bukti-bukti empirik dan rasional untuk mempertegas pengertian Pancasila sebagai kristalisasi nilai-nilai kebudayaan daerah yang bermuatan kecerdasan lokal (local genius) masyarakat.
Ia mengingatan kembali tentang penelitian yang pernah dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) tentang kearifan lokal yang dinilai efektif menangkal paham radikalisme di negeri ini.
“Ini merupakan langkah yang sangat baik dan perlu diadakan penelitian serupa kedepannya, dengan melibatkan para pakar atau ahli yang berkompeten,” ujarnya di Yogyakarta, Jumat (3/9/2021).
Selain itu, perlu menjabarkan kembali temuan atau data dan informasi hasil penelitian tersebut ke dalam bentuk petunjuk operasional untuk menangkal ideologi transnasional. Disamping sinergi dan koordinasi kelembagaan, baik antar lembaga pemerintah, maupun antar lembaga sosial masyarakat guna menyebarkan petunjuk operasional, terutama pada lembaga-lembaga pemerintahan atau organisasi kemasyarakatan yang berkepentingan melaksanakan program penangkalan paham asing yang tidak sesuai dengan budaya bangsa.
“Tentunya BNPT perlu bersinergi dengan lembaga-lembaga pendidikan dalam memanfaatkan hasil digitalisasi dokumen, agar nilai-nilai kearifan lokal dapat disertakan dalam materi pembelajaran di lembaga Pendidikan,”katanya.
Selanjutnya, visualisasi masif melalui media sosial yang digandrungi anak muda, terkait nilai-nilai kearifan lokal sebagai hasil dari reproduksi dokumen.
Ia mengemukakan keprihatinannya tentang kondisi masyarakat saat ini yang begitu mudahnya terpengaruh budaya luar dan cenderung meninggalkan kearifan lokal. Hal itu dapat disebabkan kesadaran kritis masyarakat.
“Kesadaran kritis bisa kita pahami sebagai kemampuan masyarakat dalam memilih dan memilah pengaruh budaya asing. Mana yang pantas dan mana yang tidak pantas untuk diterima. Dengan kesadaran kritis, masyarakat tidak akan mudah meninggalkan kearifan lokalnya,” kata dia.
Oleh sebab itu, untuk mendukung tumbuhnya kesadaran kritis yakni dengan menggalakkan program literasi budaya dan bagaimana masyarakat dapat diajarkan memanfaatkan media secara positif. Karenanya negara melalui regulasi yang berlaku sudah cukup tegas melindungi kearifan lokal. Namun demikian, perlu ditinjau ulang mengenai pengawasan terhadap pelaksanaannya.
Untuk itu, ia menyarankan langkah sinergis bagi pemerintah dalam menetepakan dan melaksanakan kebijakan, terkait upaya mengembangkan kearifan lokal masyarakat Indonesia.
“Kebijakan yang dibuat dan dijalankan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan ini tentunya bertujuan untuk menjaga kearifan lokal masyarakat. Ini agar jangan sampai bertentangan atau kontra produktif dengan kebijakan yang dijalankan oleh kementrian lain, terutama dalam bidang ekonomi dan bidang pariwisata,” ujarnya.