GARDANASIONAL, JAKARTA – Penelitian dengan judul New elevation data triple estimates of global vulnerability to sea-level rise and coastal flooding yang diterbitkan Nature Communications pada 29 Oktober 2019 lalu membuat sejumlah orang terkejut.
Mengapa tidak, tahun 2050 nanti Indonesia menjadi satu dari delapan negara di Asia yang terancam tenggelam. Para peneliti mengemukakan bagaimana pemanasan global menyebabkan air laut naik begitu cepat.
Akibat pemanasan itu, Asia menjadi wilayah yang paling merasakan dampaknya. Bahkan bakal ada 300 juta warga di Asia yang setidaknya merasakan banjir setahun sekali.
Umumnya yang terkena dampak adalah Negara kepulauan. “Kami menemukan lebih dari 70 persen orang yang akan terdampak, tinggal di delapan negara di Cina, Bangladesh, India, Vietnam, Indonesia, Thailand, Filipina, dan Jepang,” kata Peneliti Scott Kulp dan Benjamin Strauss.
Saat ini, banyak penduduk yang tinggal di area yang tanahnya berada di bawah permukaan laut. Penurunan tanah yang paling ekstrem terjadi di pesisir Jakarta dan Tokyo. Sejumlah negara pun ikut terdampak seperti Belanda, Djibouti, Guyana, dan Uni Emirat Arab.
Air laut di pesisir Bangladesh, India, Indonesia, dan Filipina bakal naik lima hingga 10 kali lipat di 2050. Sementara Cina tiga kali lipat, dan Thailand 12 kali lipat.
Menurut peneliti, tak ada cara menghentikan kenaikan air laut. Apalagi penurunan emisi karbon dioksida juga membuat laut naik setengah meter.
Meski demikian, upaya menekan pemanasan global tetap harus dilakukan untuk mencegah kenaikan laut makin parah.
Dari penelitian, sepanjang 2018 emisi karbon dioksida di seluruh dunia meningkat sekitar 2,7 persen. Studi yang dirilis oleh Global Carbon Project menemukan ada 40,9 miliar ton karbon dioksida pada tahun 2018 lalu. Jumlah itu naik dari 39,8 miliar.
Penelitian itu merupakan kolaborasi ilmiah internasional dari akademisi, pemerintah dan industri yang melacak emisi gas rumah kaca. Empat negara pencemar terbesar yakni, Cina, Amerika Serikat, India, dan Uni Eropa.
Temuan laporan, lapisan es Greenland meleleh lebih cepat dari sebelumnya. Sehingga dapat menyebabkan pemanasan global, yang mempercepat pencairan dan berkontribusi terhadap naiknya permukaan laut.
Pada 2016, pemerintah berkomitmen menurunkan emisi Gas Rumah Kaa (GRK) sebesar 29 persen terhadap skenario baseline bisnis seperti biasa dan 41 persen dengan bantuan internasional.
Target pencapaian yakni 2030 dengan kehutanan dan energi sebagai sektor sasaran utama. Untuk sektor kehutanan, target itu akan tercapai melalui pengurangan deforestasi dari 0,9 juta ha per tahun pada tahun 2010 menjadi 0,35 juta ha per tahun pada tahun 2030.
Kementerian Kehutanan juga menargetkan memulihkan 2 juta hektar lahan gambut dan merehabilitasi 2 juta hektar lahan terdegradasi pada tahun 2030.
Sektor energi, bakal tercapai melalui peningkatan efisiensi dalam konsumsi energi final dan penerapan clean coal technology di pembangkit listrik, yakni dari 0 persen pada tahun 2010 menjadi 75 persen pada tahun 2030. Selain itu, meningkatkan penggunaan energi terbarukan dalam produksi listrik menjadi 23 persen bauran energi pada tahun 2025.
Kemudian, meningkatkan penggunaan biofuel di sektor transportasi (wajib B30) hingga 90 persen. Terakhir, jalur distribusi gas tambahan dan stasiun bahan bakar gas alam terkompresi (SPBG) hingga 100 persen.