JAKARTA – Peleburan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Pertanian ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengundang sejumlah reaksi, sebab dinilai sangat berisiko. Dikhawatirkan bila peleburan dipaksakan, bakal berdampak buruk pada kegiatan penelitian sektor pertanian.
“Proses peleburan Balitbang Pertanian saat ini sangat berisiko, karena melibatkan jumlah aset dan SDM yang sangat besar,” ujar Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, di Jakarta, Minggu (16/1/2022).
Menurut dia, salah satu konsekuensi peleburan lembaga itu adalah penyesuaian organisasi dan rasionalisasi SDM. Apalagi saat ini terdapat 7.812 orang yang terlibat dalam kegiatan Balitbang Pertanian.
“Kenapa harus paksakan litbang pertanian melebur ke BRIN. Toh, peleburan lembaga lain saja masih bermasalah,” kata dia.
Disebutkan, dari jumlah tersebut, 2.553 di antaranya merupakan tenaga fungsional yang terdiri dari peneliti, perekayasa, pustakawan, pranata komputer, arsiparis, teknisi litkayasa statistisi, penyuluh, analis kepegawaian dan perencana. 3.500 karyawan honorer serta 2.000 lebih sisanya adalah karyawan kontraktual.
Dari sisi aset, lanjut Mulyanto, peleburan itu berpotensi terjadi konflik kepemilikan. Karena proses administrasi pindah tangan tidak mudah dilakukan. Sehingga aset yang semula sangat produktif kemungkinan terbengkalai.
“Aset di sini tidak saja meliputi ribuan hektare lahan tetapi juga fasilitas pembibitan dan riset lainnya yang tidak bisa dihitung secara nominal,” katanya.
Oleh sebab itu, peleburan ke BRIN tidak boleh menghilangkan nilai manfaat aset riset tersebut, apalagi kalau latar belakang peleburan lebih banyak untuk tujuan efisiensi.
“BRIN harus memastikan lembaganya mempunyai kemampuan untuk mempertahankan dan mengelola aset Balitbang Kementan, serta perlu dukungan sumber daya berupa anggaran yang memadai serta SDM yang mumpuni,” ujar dia.