MAKASSAR – Pondok Pesantren sebagai warisan sistem pendidikan Islam khas nusantara, telah menjadi pilar dalam mengembangkan Islam yang rahmat, toleran, dan beradaptasi dengan kearifan lokal. Bahkan menjadi salah satu pilar peradaban bangsa dan memiliki kekhasan dalam mentransmisikan konsep keagamaan yang moderat.
Wakil Direktur Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Andi Aderus, menjelaskan secara historis pesantren telah memberikan andil besar kepada bangsa, baik melalui pejuangan fisik pada masa perebutan kemerdekaan, maupun dalam pencerdasan anak bangsa.
“Pesantren saat jaman perjuangan kemerdekaan, sudah berperan penting dalam pembelaan Tanah Air baik secara fisik maupun dalam memperkuat bangsa melalui dunia pendidikan,” ujarnya di Makassar, Jumat (4/2).
Pada masa perjuangan kemerdekaan, tidak banyak atau bahkan hampir tidak ada dana dari pemerintah untuk membangun sekolah maupun institusi pendidikan, sehingga banyak pesantren yang secara swadaya didirikan oleh masyarakat.
“Sejak dahulu, selain mengajarkan tentang keagamaan, akhlak dan berkehidupan. Nasionalisme juga selalu diajarkan, dan pesantren selalu hadir ketika ada ancaman yang datang di tanah air,” kata dia.
Para ulama dan kyai serta para santri memahami, sejatinya mempertahankan Tanah Air adalah bagian daripada keimanan. Tidak hanya itu, pesantren juga berasimilasi dengan budaya lokal yang ada di negeri ini.
“Ponpes saat itu juga mempengaruhi islamisasi budaya lokal. Bukan dengan menjustifikasi kebudayaan agama lain itu salah, tetapi tetap melestarikan budayanya dengan konten yang berbeda, dengan nilai keislaman,” katanya.
Di Indonesia dengan jumlah pesantren yang sangat besar, maka keberagaman corak, khas dan budaya dari masing-masing pesantren menjadi hal yang sangat istimewa. Disamping banyaknya jenis dan kekhasan pesantren, seperti pesantren tahfidz, darul hadits, dan pesantren modern, penting untuk mengetahui mana ponpes yang belajar tentang moderasi beragama dan mana ponpes yang jauh dari nilai moderasi beragama.
“Sangat penting bagi orang tua atau wali untuk melihat track record dari sebuah ponpes (Pondok Pesantren), perlu dilihat juga bagaimana ponpesnya, alumninya, pengajar seperti apa , hingga kurikulum atau pengajarannya juga dilihat,” ujar dia.
Ia menilai penting untuk cermat memilih Ponpes memiliki latar belakang yang baik dan masih gencar mengajarkan moderasi beragama.
“Misalnya NU (Nahdlatul Ulama) dengan ribuan ponpes, ada Darud Dakwah Wal Irsyad ini memang ponpes yang mengajarkan moderasi beragama, serta Nahdlatul Wathan,” ujarnya.
Karena itu, menjadi hal penting bagi Kementerian Agama (Kemenag) untuk dapat melihat legalitas pesantren, latar belakang, dan kurikulum pembelajarannya. Hal ini sebagai upaya mewaspadai ponpes yang didirikan oleh kelompok yang mengajarkan ideologi transnasional.
“Ponpes yang lahir dan didirikan dari ormas yang ikut berjuang terhadap kemerdekaan bangsa, tentunya menurut saya itu tidak perlu diragukan lagi,” katanya.
Indikasi Pesantren Terafiliasi Kelompok Teroris
Ia juga menyinggung narasi islamophobia yang dilayangkan beberapa kelompok atas indikasi adanya pesantren yang terafiliasi dengan kelompok teroris. Dirinya menilai harus ada kebijaksanaan dan keterbukaan baik dari tim riset dan pondok pesantren itu sendiri.
“Kita harus membangun keterbukaan. Ponpesnya jangan sampai eksklusif, tetapi harus welcome terhadap siapa saja yang ingin masuk, bukan hanya komunitas atau orang tertentu yang boleh masuk. Begitu juga dengan tim peneliti, harus ada keterbukaan,” kata dia.
Untuk itu, Andi mengimbau kepada semua pihak terutama ormas keagamaan, ulama dan tokoh pesantren untuk menanamkan, bahkan mengakarkan kepada umat tentang pentingnya nasionalisme sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW dalam Piagam Madinah.
“Ini kadang lepas dari pembacaan kawan-kawan yang suka berpikir bahwa tidak ada nasionalisme dalam Islam. Jadi saya kira ormas, maupun oranisasi yang ada perlu dan wajib mengakarkan kepada umat bahwa kita wajib menjaga bangsa ini,” katanya.