JAKARTA – Pengadilan Negeri Jakarta Barat beberapa waktu lalu menggelar sidang perdana atas terduga teroris Syahrial Alamsyah alias Abu Rara atas kejahatannya melakukan penusukan pada Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Wiranto, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam).
Sidang tersebut digelar pada Kamis (9/4/2020), dengan agenda pembacaan dakwaan. Persidangan digelar secara virtual. Dimana terdakwa mendengarkan dakwaan jaksa dari rumah tahanan (rutan) khusus teroris, Cikeas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Jaksa Penuntut Umum, Herry Wiyanto, mendakwa Abu Rara dengan pasal berlapis. Di antaranya Pasal 15 juncto Pasal 6 juncto Pasal 16 A Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 15 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Ancaman hukuman untuk pasal 15 yakni pidana penjara paling singkat 4 tahun, dan maksimal 15 tahun. Kemudian Pasal 6 pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun, penjara seumur hidup, atau hukuman mati. Sedangkan Pasal 16 A merupakan ketentuan pemberatan penambahan 1/3 pidana penjara yang dijatuhkan karena melibatkan anak dalam melakukan aksi teror.
Herry mengatakan, Abu Rara awalnya menduga helikopter yang ditumpangi rombongan Wiranto adalah polisi yang akan menangkapnya.
“Abu Rara menyuruh istrinya Fitria Diana dan anaknya RAL memastikan tujuan helikopter yang mendarat di Alun-Alun Menes,” ujarnya.
Ia menambahkan, saat itu terdakwa sempat bingung jika helikopter tersebut sudah terbang kembali. Sebab tidak ada penumpang yang diturunkan. Abu Rara kemudian bertanya kepada tukang ojek yang berada di sekitar alun-alun Menes.
Dari situ Abu Rara mengetahui jika esok harinya akan ada kunjungan Wiranto. Dari informasi tersebut, terdakwa kemudian langsung terlintas untuk melakukan amaliyah.
Abu Rara berbagi tugas dengan istrinya. Dia bertugas menyerang Wiranto, sedangkan istrinya mengincar anggota TNI-Polri yang melakukan pengawalan.
“Terdakwa mengasah pisau kunai yang akan di gunakan untuk melakukan amaliyah,” kata Herry.
Aksi amaliyah ini nekat dilakukan terdakwa tanpa perencanaan matang karena merasa sudah menjadi daftar buron polisi, pasca penangkapan kelompok JAD di Bekasi pimpinan Abu Zee pada September 2019.
Terdakwa merasa ketakutan jika nantinya tertangkap oleh aparat. Sehingga memilih melaksanaan amaliyah. “Terdakwa menganggap kalau tidak melakukan perlawanan hidupnya akan sia-sia,” katanya.
Saat Wiranto tiba di alun-alun Menes, Abu Rara sudah bersiap dengan pisau kunai yang disembunyikan di dalam manset tangan kiri. Istri dan anaknya pun turut dibekali kunai.
Ketika menuju alun-alun, Abu Rara sudah berpesan kepada anak dan istrinya agar tidak saling bertegur sapa setelah tiba di lokasi. “Seolah-olah tidak saling kenal, jangan dekat tapi jangan jauh-jauh juga,” ujar dia.
Setelah menunggu beberapa waktu, Abu Rara pun melihat Wiranto turun dari mobil untuk menuju helikopter. Namun, saat bersalaman dengan Pesantren Mathla’ul Anwar, Fuad Syauqi penyerangan langsung terjadi.
Tusukan kunai Abu Rara berhasil menembus perut Wiranto dan langsung tersungkur ke tanah. Kapolsek Menes, Kompol Dariyanto yang berusaha menangkap Abu Rara pun ikut terkena sabetan kunai akibat perlawan dari terdakwa.
Akibat kejadian ini, Wiranto harus mengalami dua luka tusuk di bagian perut. Sedangkan untuk pelaku teridentifikasi terpapar paham radikalisme ISIS. Polri memastikan Abu Rara bagian dari kelompok Abu Zee yang sudah ditangkap pada September 2019 silam.