Aksi Bom Bunuh Diri Bukan Amalan Jihad

Nasional427 Dilihat

JAKARTA – Aksi bom bunuh diri yang dilakukan anggota kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD), Agus Sujatno alias Agus Muslim di Mapolsek Astana Anyar Kota Bandung, Rabu (7/12/2022) dilandasi dalih jihad melakukan perlawanan terhadap thogut dan mendapatkan mati Syahid. Pelaku tewas setelah tubuhnya hancur terkena serpihan bom panci yang diletakkan di tubuhnya. Seorang anggota polisi Aiptu Sofyan Didu juga meninggal dunia, sementara korban lainnya luka-luka.

Sekretaris Umum (Sekum) Darud Da’wah Wal Irsyad (DDI), KH. Suaib Tahir, mengecam aksi bom bunuh diri yang dilakukan anggota kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD) bernama Agus Sujatno alias Agus Muslim di Mapolsek Astana Anyar Kota Bandung, Rabu (7/12/2022).

Menurutnya, tak satu pun ajaran agama yang membolehkan kekerasan, apalagi sampai membunuh orang lain. Perilaku tersebut merupakan tindakan terkutuk dan tidak ada dalam ajaran agama, sehingga aksi bom bunuh diri itu bukan bagian dari Istishadiyah atau amalan jihad.

“Saya pribadi dan atas nama DDI mengutuk keras aksi bom bunuh diri yang dilakukan seorang teroris di Polsek Astana Anyar, Bandung,” ujarnya di Jakarta, Kamis (8/12/2022).

Ia menjelaskan, harakah istishadiyah (amalan jihad) dan harakah Intihariyah (bom bunuh diri) adalah dua istilah yang mirip dan hampir sama makna dan tujuannya, namun konteksnya berbeda.

Sebagian ulama menganggap harakah istishadiyah dibolehkan sementara harakah intihariyah tidak dibolehkan. Pasalnya jika menggunakan kata harakah istishadiyah sulit untuk menetapkan hukumnya bahkan cenderung dibenarkan dalam agama dengan berbagai dalil.

“Sebagian pihak lagi menganggap bahwa harakah intihariyah adalah istilah yang digunakan oleh kelompok dan media anti-Islam agar umat Islam sepakat bahwa harakah intihariyah adalah sesuatu yang haram hukumnya,” katanya.

Aksi bunuh diri yang dilakukan seseorang terhadap musuh, seperti yang dilakukan rakyat Palestina menghadapi Israel, dianggap sebagai harakah istishadiyah atau aksi mati syahid.

“Mereka tidak ingin menggunakan harakah intihariyah karena itu akan membawa kepada pemahaman bahwa aksi tersebut diharamkan dalam agama karena bunuh diri jelas diharamkan,” kata dia.

Akan tetapi, lanjutnya, jika menganggap aksi tersebut adalah aksi mati syahid atau harakah istishadiyah, maka boleh-boleh saja. Dasarnya, sahabat-sahabat nabi juga dulu pernah melakukan hal itu ketika dikepung omusuh dan sudah tidak ada tempat untuk mengamankan diri. Sehingga mereka masuk di tengah-tengah musuh dengan pedangnya untuk menunjukkan keberaniannya dan bersedia mati demi membela agama.

“Istilah ini memang sangat tipis perbedaannya dengan istilah harakah intihariyah yang dilakukan oleh kelompok-kelompok teroris saat ini. Kalangan teroris juga menganggap bahwa apa yang dilakukan adalah harakah istishadiyah bukan harakah intihariyah,” ujarnya.

Persoalannya kemudian jika pemahaman aksi bunuh diri yang dilakukan kelompok-kelompok teroris menjadi tren di kalangan anak-anak muda, bahwa itu adalah harakah istishadiyah sementara konteksnya sangat berbeda.

Ia menambahkan, harakah istishadiyah bisa saja dilakukan jika dalam kondisi peperangan sebagaimana yang dialami oleh sahabat-sahabat Nabi saat dikepung oleh musuh.

Akan tetapi, jika tidak dalam kondisi peperangan seperti saat ini, apalagi di tengah-tengah umat Islam, maka harakah istishadiyah tidak bisa ditolerir, karena negara bukan dalam suasana perang. Di samping itu mereka yang dianggap musuh bukanlah musuh yang dianggap dalam Islam.

Musuh yang dianggap dalam Islam adalah mereka yang memerangi Islam. Sementara tidak ada bukti satupun yang bisa ditunjukkan bahwa Indonesia adalah musuh Islam. Pasalnya, Indonesia adalah negara Islam yang menjalankan sebagian besar aturan hukum dengan hukum Islam khususnya yang terkait dengan ahwalul syahsiyah dan hukum-hukum lainnya.

“Jika Indonesia memberikan kebebasan dalam beragama dan melindungi segenap bangsanya dari berbagai ancaman keamanan, maka istilah istishadiyah atau intihariyah sama saja hukumnya artinya siapapun yang melakukan tindakan tersebut maka ia termasuk bunuh diri yang secara tegas diharamkan dalam agama,” ujarnya.

Kemudian, perang dalam ketentuan agama harus diumumkan oleh pemimpin dan semua pasukan harus mengikuti instruksi dan arahan pemimpin sebagaimana yang dilakukan Rasulullah saat ingin mengirim pasukannya ke medan perang.

“Saat itu, Rasulullah memberikan beberapa instruksi yang tidak boleh dilanggar oleh setiap pasukan yang ikut dalam perang,” katanya.

“Jika kelompok teroris mengklaim bahwa mereka melakukan harakah istishadiyah melawan pemerintah dan aparatnya termasuk warga sipil, maka itu sungguh merupakan sebuah kekeliruan,” tambahnya.

Menurut Suaib, ada beberapa alasan yang mendasari hal di atas. Pertama, orang-orang yang dianggap musuh adalah orang-orang Islam sendiri. Kedua, sekalipun non muslim mereka tidak sedang memerangi umat Islam.

Ketiga, mereka melakukan aksi di wilayah damai bukan medan perang. Keempat, yang dijadikan sasaran adalah kelompok yang tak berdosa yang jelas-jelas dilarang dalam agama apalagi melibatkan anak anak dalam aksi bunuh diri dimaksud.

“Intinya mengklaim harakah intihariyah atau aksi bunuh diri sebagai harakah istishadiyah seperti yang dilakukan oleh kelompok teroris saat ini adalah sebuah kekeliruan yang sangat nyata,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *