JAKARTA – Korea Utara (Korut) di bawah kepemimpinan Kim Jong Un mengumumkan perintah untuk memproduksi secara massal drone pembunuh.
Langkah ini muncul di tengah kekhawatiran global yang meningkat akibat kerjasama militer yang semakin erat antara Pyongyang dan Moskow.
Dalam beberapa bulan terakhir, hubungan antara Korea Utara dan Rusia telah semakin mendalam, terutama dalam konteks konflik di Ukraina.
Melalui pakta pertahanan yang baru saja diratifikasi, terdapat tuduhan bahwa Korut telah mengirimkan ribuan tentara untuk membantu Rusia dalam perangnya melawan Ukraina. Hal ini menimbulkan keprihatinan di kalangan negara-negara tetangga, termasuk Korea Selatan (Korsel).
Baca Juga: Pertemuan Strategis Prabowo dan CIA: Isu Laut Cina Selatan dan Diplomasi Indonesia
Presiden Korsel, Yoon Suk Yeol, mengingatkan akan potensi transfer teknologi militer yang sensitif dari Rusia ke Korut, yang dapat meningkatkan kemampuan militer Pyongyang secara signifikan.
Dalam konteks ini, pernyataan Kim Jong Un tentang produksi drone pembunuh menjadi perhatian serius bagi para pemimpin dunia.
Produksi Drone dan Kemampuan Militer
Produksi drone penyerang ini bukanlah hal baru bagi Korut. Pada bulan Agustus 2024, negara ini pertama kali meluncurkan drone serangan yang dirancang untuk misi tempur.
Para ahli menyatakan bahwa kemampuan drone Korut kemungkinan besar diperoleh berkat aliansi strategis dengan Rusia, yang dikenal memiliki teknologi militer yang canggih.
Menurut laporan dari Kantor Berita Pusat Korea (KCNA), Kim Jong Un sendiri terlibat langsung dalam pengujian drone yang diproduksi oleh Kompleks Teknologi Udara Tak Berawak. Dia menekankan pentingnya membangun sistem produksi yang mumpuni dan mempercepat proses produksi massal.
Drone yang dirancang oleh Korut ini memiliki kemampuan untuk membawa bahan peledak dan melakukan serangan bunuh diri dengan menabrakkan diri ke sasaran musuh.
Baca Lagi: Menjaga Persatuan: Moderasi Beragama dan Cinta Tanah Air dalam Menghadapi Ancaman Ideologi Ekstremis
Konsep ini mirip dengan kendaraan udara tak berawak (UAV) yang digunakan oleh beberapa negara lain dalam konflik modern.
Uji coba yang dilakukan pada 14 November 2024 menunjukkan bahwa drone tersebut berhasil mencapai sasaran yang telah ditentukan dengan akurasi tinggi.
Kim Jong Un menyatakan bahwa drone tersebut adalah “komponen kekuatan serangan yang mudah digunakan” dan menjadikannya alat yang efisien dalam strategi militer Korut.
Implikasi Strategis
Pengembangan drone pembunuh ini menggambarkan perubahan signifikan dalam pendekatan militer Korea Utara.
Dengan biaya produksi yang relatif rendah dan jangkauan penerapan yang luas, drone tersebut memungkinkan Korut untuk melakukan serangan dengan lebih efektif tanpa harus mengerahkan pasukan secara langsung.
Kim Jong Un juga menegaskan bahwa Korut berfokus pada pengembangan sistem perangkat keras tak berawak dan mengintegrasikannya dengan strategi militer secara keseluruhan.
Ini menunjukkan bahwa negara tersebut berusaha untuk meningkatkan kemampuan ofensifnya dalam menghadapi tantangan global.
Reaksi terhadap langkah Korut ini cukup beragam. Negara-negara barat dan sekutunya, terutama Amerika Serikat dan Korea Selatan, mengecam pengumuman tersebut sebagai langkah provokatif yang dapat memperburuk ketegangan di kawasan.
Mereka mengkhawatirkan bahwa kemampuan drone yang berkembang ini dapat digunakan untuk menyerang negara-negara tetangga atau memicu konflik regional yang lebih besar.
2 komentar